Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Amar, Selalu Tidak Konsisten


Posisinya tidak jelas dan terkadang bingung sendiri. Ini bukan karena saya memberikan posisi itu sembarang, tapi karena dia sendiri yang gak bisa konsisten. Amar adalah rekan dan sahabat saya sejak berdirinya dotsemarang.

Namun saat dotsemarang resmi berdiri 2010, dia pindah ke Jakarta untuk bekerja dan kuliah. Beberapa kali berkegiatan di Jakarta, Amarlah yang membantu saya dan teman-teman menemani perjalanan saya disana. Memberi petunjuk arah dan bahkan memberi penginapan. Dari rasa kebersamaan tersebut, mulailah saya ajak dia kembali ke Semarang.

Tahun 2012, ia resmi kembali ke Semarang dan saya masukkan ke dotsemarang. Dari dialah, saya mulai serius menggarap dotsemarang. Kami sudah punya kantor dan merubah komunitas menjadi manajemen. Posisinya waktu itu adalah bagian offline yang pekerjaannya menerima undangan dari komunitas lain.

Seiring waktu, saya terus mencobanya di berbagai posisi. Ini dikarenakan setelah dotsemarang memiliki manajemen, banyak orang komunitas satu persatu pergi melepaskan diri meski mereka tak keluar.

Tinggallah saya, Amar, Ismi, Rois dan Mariana waktu itu (2012). Amar jugalah yang mau memberi modal dana untuk mengembangkan dotsemarang yang ia bawa dari kota asalnya, Bumiayu. Saya senang bisa mendapat dana segar untuk kemajuan dotsemarang waktu itu termasuk tempat dia juga sekaligus kos.

Dan jadilah kantor dotsemarang yang sebenarnya itu adalah kos nya amar. Waktu terus berlalu dan beberapa orang keluar lagi seperti Mariana dan Rois. Amar sudah berada di rumah saya untuk saya fokuskan kos nya menjadi kantor.

Tahun 2013,

Amar ternyata masuk kuliah dan harapan saya untuk membuat dotsemarang terkendala karenanya. Amar adalah orang harapan saya termasuk Ismi untuk membangun dotsemarang. Rupanya gara-gara kuliah, Amar mulai tidak fokus dan bahkan meninggalkan pekerjaannya.

Saya pikir itu adalah wajar mengingat pertama kuliah. Namun tanpa disadari, penyakit inkonsistensinya tak kunjung baik. Ia tetap tak punya greget membangun dotsemarang dan malah jarang ke kantor. Saya sering marah kepadanya meski ia tahu kemarahan saya ada maksudnya.

Begitulah Amar, orang yang cukup berjasa untuk dotsemarang namun cukup melelahkan juga untuk saya. Jika harus memilih, saya lebih suka bekerja sendiri ketimbang mengurusi orang seperti Amar yang tak kunjung berubah. Bahkan tak pernah menyentuh meja manajemen sama sekali.

Kelebihannya dari Amar adalah cara pola berpikirnya yang penih pertimbangan. Tipenya adalah pemikir tapi sulit bertindak. Sering kali saya mempertimbangkan keputusan saya karenanya.

Begitulah Amar, bahkan sampai ia sendiri menjuluki dirinya penasehat. Semoga tulisan ini bukan untuk menjatuhkan tapi untuk memulai menuliskan sejarah bagi dotsemarang.

📝 Diperbarui tanggal 19 Juni 2023.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh