Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Ganti Lauk, Ganti Niat

[Artikel 5#, seni bertahan hidup] Setelah hampir setahun setia dengan menu tempe rebus dan timun, menjelang akhir Agustus, saya memutuskan untuk ganti lauk. Pare dan tempe orek dipilih bukan hanya karena bosan, tapi juga karena alasan lebih hemat.

Dasar manusia, walau niatnya hemat, tetap saja bosan kalau yang dimakan itu-itu terus.

Entah apa yang ada di pikiran saya, tapi ide untuk 'lebih hemat lagi' dari level hemat yang sudah ada malah muncul. Akhirnya, ide tersebut terealisasi saat membeli menu di warteg dekat rumah.

Pare, Sayur Pahit yang Bikin Nagih

Dulu, pare ini rasanya tidak enak. Mirip-mirip saat pertama kali makan Lunpia saat awal datang ke Semarang. Namun, karena sudah terbiasa, yang tadinya tidak enak malah jadi nikmat. Tumis pare, yang diolah dengan kuah, memberikan sensasi tersendiri.

Menu ini, ditemani tempe orek, saya beli hanya seharga Rp8.000 saja. Parenya Rp5.000, tempenya Rp3.000. Dengan modal segitu, menu ini bisa saya makan sampai tujuh hari. Walau terkadang godaan itu kuat, sehingga sebelum tujuh hari sudah ludes.

Tidak berbohong, menu tersebut—terutama pare—bisa bertahan lama karena ada kulkas di rumah. Andai tidak ada, ide ini mungkin tidak akan pernah terjadi.

Lebih Murah? Jelas!

Dibandingkan dengan menu lama—tempe utuh Rp6.000-Rp7.000 dan timun Rp8.000—yang totalnya Rp15.000 untuk seminggu, menu baru ini jauh lebih murah. Cukup dengan Rp8.000, saya bisa menikmati pare dan tempe orek selama seminggu penuh.

Kalau soal kesehatan, pare tidak kalah dengan timun. Keduanya sama-sama punya kadar serat tinggi yang berguna untuk melancarkan urusan 'ke belakang'.

Dengan kondisi keuangan yang sedang tidak baik-baik saja, makanan murah memang sangat penting. Namun, menjaga tubuh tetap sehat dan lancar buang air juga tidak kalah penting.

...

Ada-ada saja ide untuk menghemat pengeluaran. Saya yakin, ide ini tidak akan terwujud kalau kelak saya sudah menikah. Mana cukup satu menu yang dibuat untuk satu orang, lalu diterapkan untuk rumah tangga.

Terkadang, saya bersyukur masih single. Tapi kalau ada pilihan untuk berpasangan, saya tetap ingin segera menikah.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift