Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Mertua Datang, Rejeki Ngalir?

[Artikel 85#, kategori rumah] Rumah kembali riuh rendah. Hari ini, Minggu, 17 Agustus, mertua bungsu datang berkunjung. Rasa rindu yang terpisah jarak akhirnya tersambung kembali, terutama antara mertua dan cucu-cucunya. Suasana hangat ini terasa istimewa, membawa kebahagiaan yang sulit diungkapkan.

Sebagai salah satu penghuni rumah—sementara yang lain sudah memiliki keluarga dan rumah masing-masing—saya seperti menonton film drama di layar bioskop. Ada rasa senang bercampur haru menyaksikan kebersamaan mereka. 

Di sudut hati, saya membayangkan suatu hari nanti bisa merasakan hal serupa: memiliki keluarga sendiri dan mertua yang penuh kasih.

Rasa Hormat untuk Sang Mertua

Mertua bungsu ini adalah sosok yang patut dihormati. Di usianya, ia masih sehat dan bugar, datang seorang diri untuk bertemu anak, menantu, dan cucu-cucunya. 

Ketangguhan dan semangatnya menginspirasi. Saya teringat almarhumah ibu. Andai beliau masih ada, betapa bahagianya jika bisa dikunjungi seperti ini. Kenangan itu sedikit membawa rasa pilu, tapi juga mengingatkan saya untuk terus bersyukur.

Rezeki Tak Selalu Uang

Bicara soal rezeki, tak melulu soal uang. Kadang, rezeki datang dalam bentuk sederhana, seperti makanan. Kedatangan mertua bungsu membawa berkah tersendiri. Setiap kali ia datang, selalu ada suguhan makanan yang disisakan untuk saya. 

Momen ini terasa pas, terutama saat saya pulang larut malam setelah bermain futsal atau mini soccer. Perut yang sedikit lapar langsung disambut dengan hidangan yang bikin hati senang.

Di tengah keterbatasan, ketika menu harian hanya nasi dan tempe rebus, kehadiran makanan tambahan ini terasa seperti anugerah. Sepiring makanan sederhana bisa mengubah suasana hati, membuat saya lebih bersemangat menjalani hari.

Pelajaran dari Kehidupan

Hidup ini penuh dengan pasang surut. Ketika merasa kekurangan, Tuhan seolah mengulurkan tangan melalui hal-hal kecil yang tak terduga. Kehadiran keluarga, makanan di meja, atau sekadar tawa bersama adalah pengingat bahwa kita tidak pernah benar-benar sendiri.

Saya belajar bahwa kunci dari semua ini adalah bersyukur dan pantang menyerah. Ketika penderitaan terasa berat, selalu ada orang lain yang menghadapi cobaan lebih besar. Perspektif ini membuat saya ingin terus melangkah, menjalani hidup dengan penuh harap.

Semoga keluarga bungsu, termasuk mertua yang baik hati, selalu diberi kesehatan dan keselamatan. Amin!

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift

Pria Tidak Berdaya