Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Akhirnya Mereka Mudik Juga

[Artikel 81#, kategori rumah] Setelah beberapa tahun belakangan hanya merayakan Idulfitri di Kota Semarang, keluarga si bungsu akhirnya mudik juga ke Kota Samarinda. Sekarang, keluarga kecil tersebut datang dengan tambahan si kecil. 

Jum'at pagi (28/3), saya mengantar mereka menuju bandara Semarang. Pemberitahuan mereka akan mudik sudah diberitahu satu hari sebelumnya. Sempat khawatir karena kebiasaan ngantar ke Jogja, kirain akan ke sana. Ternyata, bukan.

Ngambil cuti

Dulu alasan nggak sering mudik karena profesi si bungsu yang sulit mengambil waktu karena profesionya sebagai pelayan masyarakat alias Dokter.

Ternyata tahun ini sudah bisa meluangkan waktu untuk balik. Itu adalah kebahagiaan yang luar biasa buat sang istri yang sudah rindu akan rumah karena kelamaan di Semarang.

Lebih tenang

Kepulangan mereka jadi keuntungan sendiri buat saya yang memutuskan masih tidak mudik. Lagian mau mudik, rumah yang dituju sudah tidak ada. 

Ada banyak faktor yang membuat saya enggan pulang, terutama finansial yang lagi nggak baik-baik saja. Bahkan, sudah tahu lagi sulit, si bapak malah pinjam uang. Tambah susah dah.

Di Semarang, maksudnya rumah yang saya tinggalin, keadaannya jadi lebih tenang. Suasana sunyi yang saya dambakan jadi kemewahan sendiri karena tak perlu khawatir dengan apa yang saya lakukan jika masih ada keluarga si bungsu.

Suasananya sudah menyulitkan sekarang bagi saya. Kehadiran keluarga bungsu, apalagi bertambah satu lagi, membuat saya tidak enak sendiri.

Posisi saya hanya numpang. Tak banyak kontribusi seperti ikut bayar listrik atau air. Jadinya serba salah. Intinya keadaannya sudah tidak seperti dulu lagi. Tapi, saya ingin bertahan beberapa tahun lagi sebelum benar-benar memutuskan pergi.

Sekarang, si bungsu dan keluarga kecilnya sudah pergi. Mari menikmati keadaan yang hening di rumah dengan suka cita. Pria umur 30+ yang belum menikah memang adalah orang yang menganggap kesunyian adalah kemewahan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat