Catatan
Kualat Mertua ?
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
[Artikel 77#, kategori rumah] Tumpukan daun yang biasanya dibuang rutin, mendadak kali ini masih pada tempatnya. Perasaan tidak enak dilihat, apalagi sekitar ada tetangga dan itu sangat menghantui. Namun saya juga bingung sendiri semenjak akses keuangan rumah dihentikan. Saya pasrah dengan keadaan.
Saya ingin memaksakan diri sebenarnya dengan merogoh kocek sendiri. Namun kata hati dalam pikiran seakan terus menolak karena keuangan masih tidak baik-baik saja. Makan saja masih nasi tempe, sok-sokan mau jadi pahlawan kesiangan.
Dulu, mungkin saya berani menalangi dulu karena keuangan rumah masih rutin sehingga saya akan baik-baik saja meski terlambat dikirim. Sekarang, saya tak berani bertaruh untuk itu. Ada tagihan pay later yang harus saya bayar tiap awal bulan.
Kepikiran
Saya memikirkan sampah daun yang tiap pagi saya bersihin, kecuali malamnya futsal maka saya tidak bersih-bersih. Mengapa semua jadi berubah gini.
Jika bicara keuangan rumah, tentu saya memahami keadaannya karena pemilik rumah sudah tidak seperti dulu yang masih aktif bekerja. Sekarang sudah tidak lagi.
Entah kenapa pikiran liar saya memikirkan ucapan mertua si bungsu yang dulu datang di bulan Agustus kemarin. Apakah karena itu, lalu semuanya mendadak berubah?
Jadi, awalnya saya seperti biasa sedang menyapu membersihkan daun-daun berguguran. Mertua yang saat itu lagi menggendong bayi ngajak ngobrol. Saya disarankan untuk membuat cekungan pada tanah yang ditaruh daun-daun biar tidak terbang kemana-mana nanti.
Itu saran yang baik saya pikir namun keadaannya saya sudah pewe dengan aktivitas bersih-bersih. Saya hanya mengatakan bahwa itu baik-baik saja karena sampah daun yang menumpuk ini nggak akan terbang kemana-mana.
Ini karena sudah bertahun-tahun saya melakukannya dan baik-baik saja. Tiap pagi hari saya membersihkannya. Tenang kata saya lagi kepada beliau yang masih kekeh dengan sarannya.
Waktu terus berlalu dan beliau sudah kembali pulang di bulan September. Saya tidak memikirkan apapun mengenai saran yang sempat kami perbincangkan dan saya anggap wajar sebagai orang tua memberi masukan kepada anak muda.
Namun entah kenapa hingga bulan Oktober menjelang berakhir, sampah daun belum bisa saya buang juga. Saya sempat meminta uang kepada si bungsu yang juga menantu dari sang mertua namun saya dicuekin.
Padahal pengeluaran buang sampah daun sudah bertahun-tahun rutin dilakukan dan baik-baik saja. Memang semenjak si bungsu mengeluarkan ultimatum bahwa keuangan ia pegang, saya tidak bisa berbuat banyak. Dulu mungkin saya bisa meminta kepada si pemilik rumah (orang tuanya si bungsu), namun sekarang sudah tidak bisa.
...
Sekarang saya memikirkannya lagi tiap bersih-bersih pagi hari. Apakah percakapan dulu dengan beliau itu menyinggungnya dan ini dampaknya? Meski saya tidak yakin, namun saya jadinya merasa bersalah dengan apa yang terjadi sekarang.
Keadaannya sangat cocok meskipun beliau bukan mertua saya, kualatnya juga terasa. Ah, sial! Maksudnya ingin tenang di umur 30-an, malah kena mental. Semoga bulan November semua kembali normal, maksudnya sampah daun segera dibuang.
Hikmahnya adalah dengarkan kata orang tua dan jangan keras kepala biar nggak dosa.
Artikel terkait :
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar