Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Bulan Ketiga, Mendapatkan Harapan

[Artikel 6#, kategori Keuangan] Saat sedang akan berjalan dalam kegelapan, mendadak saja harapan itu datang. Seperti cahaya lampu kota yang menerani, bulan ini saya memiliki harapan. Apakah keberuntungan saya masih menaungi? Saya sangat bersyukur sekali.

Setelah bulan September ada pertolongan dari orang baik, bulan Oktober saya kedatangan beberapa acara atau event. Puja dan puji untuk itu karena kembali terselamatkan ketika kenyataan masih tidak sesuai harapan.

Ya, ini memasuki bulan ketiga bagaimana saya menjalani perekonomian yang sulit karena putusnya rejeki yang selama ini saya andalkan. 

Harapan

Saya memikirkannya sepanjang tahun tentang beberapa pihak yang dulu sering mengajak kerja sama, terutama liputan acara. Seperti perusahaan operator telekomunikasi hingga pengembang atau developer perumahan. Pihak-pihak tersebut adalah salah satu sumber penghasilan yang bisa memberi nafas lega.

Namun entah kenapa pihak-pihak ini seakan raib ditelan bumi. Alhasil, penghasilan yang diharapkan menjadi kekeringan yang ditambah pukulan telak bahwa orang rumah sudah tidak seperti dulu mengirimkan uang untuk membayar tagihan bulanan.

Sial, saya tidak bisa menyalahkan siapa-siapa karna ini murni kekurangan saya dalam melihat masa depan yang begitu terlena dengan dotsemarang.

Tapi begitulah hidup. Saat sekarat dan bersiap memasuki kegelapan, kita tertolong oleh keberuntungan yang tak pernah bisa ditebak. Mendadak saja saya dihubungi oleh pihak-pihak yang saya pikirkan tersebut, entah itu developer perumahan atau operator telekomunikasi.

Seperti sehabis berbuka puasa, ada perasaan lega dan bahagia. Apakah ini yang dikatakan orang untuk tetap hidup seperti air mengalir. Biarkan itu terombang-ambing, namun tetaplah tegar dan bertahan.

Karena hidup selalu ada garis akhir. Dan garis akhir saya masih panjang untuk menyerah meski semesta tidak mendukung.

...

Sejenak biarkan saya mengambil nafas dalam-dalam. Menghembuskannya dan menarik kembali. Ketika pikiran sudah agak tenang, dengarkan isi pikiran terdalam.

Jangan terlalu senang dulu, bulan depan belum tentu mendapatkannya kembali (harapan). Teruslah bekerja keras dan biarkan waktu yang menjawab. Tak perlu ditunggu atau dinanti, ikuti arusnya saja.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat