Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s...

Dibalik Layar Liputan Arak-arakan Dudgderan 2025

[Artikel 33#, kategori Dibalik Layar] Hampir saja saya kembali meragu meski acara ini selalu ditunggu-tunggu. Suasana yang sebenarnya saya rindu tiap tahun menjelang bulan puasa. Masyarakat tumpah ruah di jalan meski hanya sesaat dan itu adalah pemandangan yang indah melihat mereka penuh senyum tawa bersama sanak saudara.

Dugderan adalah tradisi menyambut bulan Ramadan yang merupakan ciri khas Kota Semarang. Namun semakin ke sini, Dugderan rasanya ada beberapa kota yang juga memiliki. Entahlah, mungkin kuping dan mata saya saja yang salah dengar atau lihat di internet.

Dugderan biasanya sudah dimulai dengan hadirnya Pasar yang konsepnya seperti pasar malam. Meski suasananya sama, auranya tetap berbeda karena ada sesuatu yang membuat Pasar Dugderan selalu jadi magnet bagi sebagian besar masyarakat yang datang.

Arak-arakan

Namun yang ingin saya tulis adalah arak-arakannya atau bagi orang yang tinggal di luar Kota Semarang, mereka menyebutnya pawai. 

Berbeda dengan arak-arakan yang banyak diselenggarakan Kota Semarang, Dugderan punya pakem rute yang dilewati. Mulai dari Balai Kota, lalu menuju Masjid Agung Semarang (Kauman). Usai dari Kauman, sebagian peserta arak-arakan yang terdiri orang-orang Pemerintahan akan lanjut ke Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT).

Keraguan yang awalnya menghampiri akhirnya bisa saya atasi dengan segera bergegas menuju lokasi. Untuk tahun ini, saya mengambil keputusan untuk liputan di Masjid Agung Kauman.

Karena sempat bertarung dengan kata hati, waktu tiba meski tidak terlambat di lokasi, suasananya sudah tumpah ruah. Terutama di sekitar Masjid Kauman. Pemandangan yang pertama kali saya rasakan karena liputan beberapa tahun untuk acara yang sama jarang dilakukan di sini.

Saya masih bersama sepeda tercinta. Sempat bingung mau parkir di mana. Akhirnya memutuskan menaruhnya dekat halte bus Trans Semarang yang sepertinya sekarang tidak terpakai jika dilihat-lihat. Koreksi jika salah.

Menunggu di JPO

Usai menaruh sepeda, saya berjalan kaki menuju lokasi yang ingin saya pakai untuk mengambil gambar dengan pemandangan dari atas. Ya, itu Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang berada dekat Halte Johar 1.

Tahun 2025, Dugderan digelar tanggal 28 Februari

Sepanjang jalan, masyarakat terlihat begitu antusias menunggu. Wajah-wajah lelah tapi bahagia menjadikan acara tahunan ini memang memiliki ruh tersendiri. Langkah saya terus maju berjalan menuju lokasi dan tak mengira, tempat tersebut sudah banyak orang yang juga menunggu.

Biarlah, pikir saya dengan segera bergegas naik tangga perlahan-lahan. Tangga JPO yang seharusnya sepi sudah juga diambil alih oleh masyarakat yang kebanyakan orang dewasa.

Setelah beberapa waktu, akhirnya saya mendapatkan tempat duduk. Itu tidak mudah karena saya masih harus menunggu lagi. Penuh sesak tapi saya yakin akan mendapatkannya.

Jalanan sudah seperti diselimuti koloni semut yang berada di sisi tiap jalan. Dari yang berpasangan hingga berkeluarga, mereka rela berkorban waktu dan desak-desakan hanya untuk menunggu arak-arakan lewat di depan mereka nantinya.

Saya yang sudah duduk manis juga sudah mempersiapkan perangkat yang akan digunakan. Hanya bermodal smartphone dan tripod mini. Tidak ada kamera SLR atau alat canggih seperti yang dimiliki YouTuber atau influencer.

Meski terbatas, saya tidak minder. Maklum, apa yang bisa saya lakuin juga. Ya, itulah kekurangan saya dan juga kelebihan karna mampu memanfaatkan perangkat yang ada.

Sebentar tapi buat nagih

Menunggu adalah kata yang tidak mengenakkan. Apalagi untuk sebuah acara seperti ini. Apa yang dinanti, belum tiba juga. Sudah lebih dari 2 jam saya dan orang-orang menunggu arak-arakan datang.

Sekali datang, arak-arakan Dugderannya hanya sebentar. Sulit mengatakan bahwa kami kurang puas ketika melihat medannya yang penuh lautan manusia.

Apalagi peserta arak-arakan yang mungkin merasa lelah karena harus berjalan kaki dengan jarak tempuh lebih 2 Km. Namun anehnya, saya tetap menyukai waktu yang sebentar tersebut.

Ada perasaan nagih untuk kembali datang tahun akan datang. Semoga saja bisa kembali menyaksikannya secara langsung, bukan sekedar melihat di media sosial.

...

Mari kembali, eh maksudnya turun ke bawah. Saya memutuskan untuk sedikit lebih lama bertahan sebelum benar-benar pulang ke rumah.

Maklum, saya belum mengeksplore Pasar Dugderan. Sekalian saja mumpung masih di sini. Siapa tahu ada yang menarik dijadikan bahan tulisan.

Jika kamu penasaran seperti apa suasananya yang saya tulis di blog, silahkan kunjungi blog dotsemarang atau link di bawah yang sudah saya taruh.

Sampai jumpa tahun depan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh

Berkenalan dengan Istilah Cinephile