Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s...

Kehangatan yang Kembali, Sekilas namun Berarti

[Artikel 83#, kategori rumah] Langit Semarang pagi ini cerah, sinarnya lembut menyapa. Tapi di sudut hati, ada rasa sepi yang merayap. Kehangatan rumah yang sejak awal Juni begitu hidup kini perlahan memudar. Keluarga kedua saya, “pemilik” rumah ini, telah kembali ke Samarinda.  

Hari itu, Jumat, 13 Juni 2025, suasana pagi terasa begitu haru. Si bungsu dan keluarga kecilnya tampak paling terpukul, meski mereka masih sempat mengantar hingga bandara. Sorot mata mereka penuh campuran rindu dan doa. Saya hanya bisa membayangkan betapa berat hati mereka melepas kepergian ini.  

Sebenarnya, ada rencana awal untuk pulang lewat Yogyakarta. Si Bapak, dengan sifatnya yang tak ingin merepotkan, sempat ingin menyewa mobil sekali jalan ke Jogja. Untunglah, rencana itu urung terlaksana. Si bungsu, dengan kepiawaiannya, berhasil merayu sang “bos besar” untuk memilih opsi yang lebih aman.  

Sebagai alternatif, ada opsi lama: saya yang mengantar mereka ke Jogja. Tapi, setelah mempertimbangkan biaya dan tenaga, pulang lewat Semarang jadi keputusan terbaik. Keras kepala Bapak akhirnya luluh juga, menerima saran anak bungsunya dengan hati terbuka.  

Saya sendiri hanya bisa mencium tangan Bapak dan Ibu, berpamitan dengan doa sederhana. “Semoga selalu sehat dan panjang umur,” batin saya. Mereka bukan hanya keluarga yang datang dan pergi, tapi juga pembawa kehangatan yang membuat rumah ini terasa lebih hidup, meski hanya sebentar.  

Terima kasih untuk tawa, cerita, dan kebersamaan yang kalian bawa. Meski saya hanyalah bagian kecil dalam kisah ini, momen ini terasa begitu berharga. Sampai kita bertemu lagi di waktu yang lain.  

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh