Pria Tidak Berdaya

[Artikel 8#, kategori mini soccer] Hujan baru saja reda, lapangan masih basah, dan untuk pertama kalinya, ngerasain sensasi jadi kiper di tengah genangan air. Main mini soccer memang beda dengan futsal yang biasa di ruangan tertutup. Lapangan terbuka, udara segar, tapi ya gitu, kalau hujan, siap-siap basah-basahan!
Saya cuma bisa berharap hujan nggak balik lagi sore itu, 16 Juni 2025, saat akhirnya menerima ajakan main di The Arena Semarang.
Sebenarnya, ajakan dari rekan futsal ini sudah datang berkali-kali. Tapi, jarak lapangan yang lumayan jauh dari rumah dan kondisi keuangan yang lagi pas-pasan bikin ragu. Awal bulan kan waktunya bayar tagihan, termasuk cicilan pinjaman online yang nggak bisa ditawar.
Meski pengen banget gabung, dompet sering kali bilang "sabar dulu". Tapi entah kenapa, kali ini rekan, sebut saja dia Mas Bro, nggak menyerah. Beberapa jam sebelum main, dia masih chat, ngotot ngajak.
Karena sudah lama tinggal di Semarang, rasa nggak enak kalau nolak terus akhirnya bikin luluh. Saya bilang, "Oke deh, ikut!"
Tantangan berikutnya: gimana caranya ke lapangan? Dompet tipis, transportasi jadi PR. Tapi, Mas Bro nggak cuma ngajak, dia juga nawarin solusi buat transportasi.
Saya cuma bisa bilang Alhamdulillah, campur aduk antara senang dan haru. Penawaran istimewa ini nggak mungkin ditolak lagi. Semoga Mas Bro selalu diberi kesehatan dan rezeki atas kebaikannya.
Nostalgia di Lapangan Basah
Meski genangan air di lapangan sudah disedot pakai pompa, area sekitar gawang masih licin dan becek. Tapi, bukannya bikin males, kondisi ini justru bikin aku nostalgia.
Tiba-tiba saja saya mengingat masa kecil, main bola di lapangan kampung pas hujan-hujanan. Sensasi itu kayak hidup lagi, apalagi posisiku sebagai kiper. Loncat ke sana-sini, nahan tendangan, rasanya seru banget!
Tapi, lapangan basah ini juga bikin mikir. Penyerapan air di The Arena kayaknya kurang maksimal. Kalau dibiarkan, lama-lama lapangan bisa rusak. Buat pengelola, ini PR besar nih supaya pemain tetap nyaman, apalagi mini soccer lagi hits di Semarang.
Terlalu Semangat, Lutut Jadi Korban
Semangat jadi kiper di lapangan basah ternyata bikin kebablasan. Rekan-rekan agak lambat dalam bertahan, jadi harus kerja ekstra nutupin kekurangan itu.
Beberapa kali nahan tendangan lawan dengan badan, dan ya, benturan pun nggak bisa dihindari. Yang paling apes? Insiden sama Mas Bro, orang yang ngajak aku main dan bantuin iuran.
Waktu itu, saya berhasil nutup pergerakan Mas Bro yang mau nyerang. Bola sih ketahan, tapi kakinya malah ngehantam lutut. Pull sepatunya ngena banget, sakitnya luar biasa!
Saya nggak bilang itu sengaja, karena tahu dia cuma refleks. Tapi, jujur, itu benturan paling parah selama pertandingan. Saya masih coba lanjutin main, tapi lama-lama paha dan lutut mulai nggak enak. Rekan tim kayaknya juga notice saya yang udah pincang-pincang, jadi akhirnya diganti.
Duduk di pinggir lapangan, basah kuyup, sambil ngelus lutut, saya cuma bisa berdoa semoga cederanya nggak parah. Untungnya, setelah istirahat, rasanya mendingan, tapi ya, badan udah lemes banget.
The Arena, Kali Kedua
Ini bukan kali pertama main di The Arena Semarang, tapi yang kedua. Lapangannya oke, vibes-nya asyik, cuma ya itu, urusan drainase perlu diperbaiki. Terima kasih banget buat Mas Bro dan satu rekan lain yang nggak cuma ngajak, tapi juga bikin bisa ikut main tanpa mikirin banyak hal. Kalian top!
Artikel terkait :
Komentar
Posting Komentar