Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Petualangan Pagi: Berburu Kerupuk Udang Finna yang (Ternyata) Langka di Semarang

[Artikel 22#, kategori Lucu] Pagi itu, 3 Juni, saya tidak menyangka akan terjebak dalam drama berburu kerupuk udang merek Finna. Bukan sembarang kerupuk, tapi yang ukuran bungkus panjang, 380 gram, yang konon jadi primadona. 

Ternyata, mencari barang ini di Semarang bukan perkara mudah. Dari minimarket sampai toko kelontong, stoknya kosong! Kalau ada pun, mereknya sama tapi ukurannya beda. Hari itu benar-benar menguras waktu dan tenaga, tapi kalau dipikir-pikir lagi, ceritanya kok lucu juga.

Semua bermula dari kedatangan pemilik rumah, yang datang membawa "misi spesial." Sebagai pria muda paling senior di rumah—dan karena si bungsu sudah kabur ke kantor sejak subuh—saya lah yang kena tugas mulia ini. 

“Cari kerupuk udang Finna,” katanya. Mudah, pikir saya. Tinggal ke minimarket, ambil, bayar, selesai. Ternyata, hidup tidak sesederhana itu.

Dengan penuh percaya diri, saya meluncur ke minimarket terdekat. Finna? Ada! Saya pulang dengan senyum kemenangan, membawa kerupuk udang Finna. Tapi, begitu sampai rumah, ekspresi pemilik rumah langsung berubah. 

“Ini bukan yang dimaksud! Yang ini cuma 200 gram, aku mau yang panjang, 380 gram!” Astaga, ternyata saya salah beli. Bukan cuma soal merek, tapi ukuran bungkusnya juga jadi penutup.

Misi Berlanjut: Keliling Semarang demi Kerupuk

Karena barang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan, saya pasrah. Uang saku yang tadinya mau ditabung, terpaksa dipakai untuk misi kedua. Dengan sepeda sebagai kendaraan setia, saya menyusuri Semarang, dari ujung ke ujung, memperluas radius pencarian. 

Minimarket, toko kelontong, bahkan warung kecil, semua saya datangi. Hasilnya? Nihil. Finna 380 gram seperti harta karun yang lenyap dari peredaran. Yang ada cuma varian kecil, atau merek lain yang tak sesuai pesanan.

Capek? Pasti. Badan rasanya seperti habis lari maraton. Tapi anehnya, semangat saya malah membuncah. Mungkin ini efek penasaran, atau sekadar niat membuktikan bahwa Semarang tidak boleh kalah dari kota lain (baca: Samarinda) soal stok kerupuk. Anggaplah ini olahraga pagi dengan gaya berbeda.

Purnama, Oase di Tengah Pencarian

Setelah hampir menyerah, saya teringat Swalayan Purnama di Jalan Karangwulan Sari, tempat yang biasa saya lewati saat main futsal tiap Selasa malam. Lokasinya memang agak jauh dari rumah, tapi saya sudah terlanjur nekat. Dengan sisa tenaga, saya kayuh sepeda ke sana.

Sesampainya di Purnama, saya langsung merasa ada harapan. Skalanya memang lebih besar dari minimarket biasa, mirip Alfa Midi, tapi pilihan barangnya jauh lebih lengkap. 

Dan benar saja, di rak makanan ringan, saya menemukan kerupuk udang Finna 380 gram yang selama ini saya cari! Rasanya seperti menemukan oase di tengah gurun. Lega, bahagia, dan sedikit bangga pada diri sendiri.

Hikmah di Balik Kerupuk

Pengalaman ini awalnya terasa menyebalkan—hanya karena salah ukuran, saya harus keliling kota pagi-pagi. Tapi, di sisi lain, saya jadi tahu bahwa Semarang, sebesar apa pun, ternyata punya sisi “langka” seperti stok kerupuk Finna 380 gram. 

Lebih dari itu, petualangan ini membawa saya masuk ke Swalayan Purnama untuk pertama kalinya. Selama ini, saya cuma lewat sambil melirik dari luar. Siapa sangka, sebuah tugas sederhana bisa membuka pengalaman baru?

Sebagai pengelola blog dotsemarang, yang fokus mengupas sisi unik kota ini, kejadian ini seperti tamparan kecil. Semarang punya banyak cerita, bahkan dari hal sekecil kerupuk. 

Saya sampai merencanakan untuk ajak pemilik rumah ke Purnama lagi suatu hari, kali ini untuk belanja bareng. Siapa tahu, ada petualangan lain yang menanti.

...

Hikmah dari drama pagi ini? Jangan remehkan misi kecil, karena bisa jadi itu membawa kamu ke pengalaman tak terduga. Dan untuk Semarang, saya yakin, kota ini punya semua yang kamu cari—termasuk kerupuk Finna 380 gram—asalkan kamu tahu di mana mencarinya. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya