Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Akhir Tahun 2024, Berat Badan 48 Kg

[Artikel 50#, kategori kesehatan] Karena banyak yang memberi pendapat tiap kali ketemu, akhirnya saya memutuskan untuk menimbang berat badan yang katanya dibilang kurus. Ya, kenyataannya memang begitu.

Kamu kok kurusan, kata rekan baik yang bermain futsal dengan saya maupun dengan sesama rekan bloger. Kata kurus semakin menghantui beberapa bulan belakangan. Ya, saya tidak menampiknya. 

Saya pikir itu terjadi semenjak keberuntungan saya hilang. Entah karena sedang diuji atau memang sedang berkebalikan saja dunianya. Saya ingat awal tahunnya bagaimana tubuh ini begitu sehat. Sekarang, saya menjalani kehidupan ala roda berputar.

48 Kg

Dulu saya mengeluh karena berat badan hampir 60 kg. Kesenangan yang didapatkan karena kehidupan masih normal rasanya sangat menyenangkan jika diingat. Apalagi jika pemilik rumah datang dan diajak keluar kota. Dipastikan akan makan enak terus. Ya, meski terkadang eneg juga.

Namun semua itu adalah cerita masa lalu dan sekarang, penurunan drastis terjadi. Di rumah sebenarnya ada timbangan, hanya saja saya tidak peduli. Namun keseringan dengar orang-orang berkata saya begitu kurus sampai dikira ngobat, akhirnya memutuskan menimbang berat badan juga. Hasilnya, 48 kg. Apakah itu kurus jika diukur dengan tinggi badan yang kurang dari 160 cm?

Saya bisa merasakan tulang-tulang di tubuh saya saat diraba. Ya, ini kurus. Bahkan, bentuk wajah saya bisa kelihatan juga. Saya tidak menyangka ujian kehidupan yang saya jalanin sudah sampai titik ini.

Akhir-akhir ini saya terus berhemat. Makan nasi dan tempe hampir setiap hari. Beli beras 1 kg, saya jadikan 1 minggu. Beli tempe seharga 7 ribu, saya jadikan seminggu. Rasanya ini adalah faktor makanan yang saya konsumsi.

Saya sadar bahwa semenjak keuangan sudah tidak disubsidi dan isi dapur yang tidak mengepul seperti dulu jadi salah satu faktor terbesar mengapa saya begitu kurus. Jadi, jangan berpikir saya melakukan hal negatif.

Perjalanan kehidupan saya sedang terbalik. Tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Apalagi di umur sekarang yang sudah seharusnya mandiri dan punya penghasilan sendiri. Sulit untuk bergantung kepada orang lain, bahkan keluarga sendiri yang punya banyak masalah sendiri juga.

Kini, yang perlu saya lakukan hanya perlu menjalaninnya dan sabar. Kelak, saya akan menulis bagaimana tubuh ini sudah kembali dengan sehat dan lebih baik. Yang terpenting, saya selalu sehat dan tidak sakit. Kurusnya badan tidak berdampak dengan hal buruk itu saja harapannya di tahun depan, tahun 2025.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya