Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Biaya Makan Hemat Seminggu di Kota Semarang

[Artikel 82#, kategori motivasi] Beberapa minggu lalu, saya melihat ada yang mengeluh di media sosial. Bisa bertahan berapa lama dengan uang 50 ribu di Kota Semarang? Jika itu saya, maka saya akan katakan bisa seminggu. Caranya?

Berbagai cara saya lakuin semenjak sudah tidak menerima bantuan atau kiriman dari pemilik rumah untuk sekedar uang makan. Tekad saya sekarang adalah bisa makan saja itu saja cukup. Lagian mungkin saya juga sudah bisa cari uang sendiri, mungkin itu pikirannya.

Entah bagaimana nilai gizinya, meski tiap ketemu rekan baik di lapangan futsal maupun liputan, mereka menayakan perihal tubuh saya yang makin kurus.

Gambar di atas adalah belanja andalan saya, selain jajanan karena jarang sekali jajan. Ada timun, tempe dan bumbu nasi goreng. Karena beras masih ada, beli minggu lalu sebanyak 2 kilo yang dapat bertahan 2 minggu, saya hanya beli menu pelengkapnya saja.

Timun harganya 7 ribuan. Nilai seratnya yang tinggi jadi alasan saya membelinya karena saya ingin nyaman saat pergi ke toilet. Karena jumlahnya banyak, saya bisa makan satu persatu tiap hari. Ya, meski itu masih kurang nilai gizi seratnya.

Sedangkan tempe yang ini harganya juga 7 ribu. Ada varian lain yang lebih murah, yaitu 5 ribu. Namun saya membelinya yang ini saja, 7 ribu. Sama seperti timun, saya membuatnya dapat dimakan selama seminggu. 

Timun saya potong tipis-tipis dan beruntung di rumah ada kulkas, sehingga semua bahan makanan dapat bertahan agak lama.

Terkahir, bumbu nasi goreng. Itu tidak digunakan seperti biasanya yang dicampur dengan nasi saat digoreng. Bumbu tersebut saya jadikan bumbu tabur di nasi yang sudah matang saat ingin dimakan.

Bumbu nasi goreng saya taburin ke nasi untuk menambah rasa saja karena tempe yang saya makan dibuat rebusan. Ya, saat masak nasi, tempenya saya masukkan juga ke penanak nasi.

Begitu saya menjalani hari-hari untuk bertahan hidup di Kota Semarang yang saya kagumi di tahun 2024. Saya tidak bisa menyalahkan siapa pun, bahkan mungkin keadaan. 

Kesalahan terbesar saya adalah miskin. Andai saja saya bergemilang harta, mungkin saya tidak akan menulis begini.

...

Saya tahu ini tidak bisa dihantam rata keadaannya, tiap individu berbeda. Namun saat kamu baca ini dan tengah gundah gulana makan apa besok, halaman ini bisa dijadikan salah satu referensi dan motivasi.

Temukan cara bagaimana seni bertahan hidupmu. Pesan saya, gunakan uang sisamu sehemat mungkin dan jauhkan dari pinjaman online. Apalagi tidak punya penghasilan tetap seperti saya. Mudah memakainya, sulit membayarnya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya