Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Apesnya Buka Puasa Sebelum Banjir Menyapa Kota Semarang

[Artikel 19#, kategori Lucu] Niat yang tulus dan tekad yang kuat saja masih tidak cukup untuk menghindari kesialan dalam hidup. Saya sedang berada diposisi tersebut saat hari kedua puasa. Rasanya seperti sudah jatuh, malah ketiban tangga. Mau ketawa tapi dikira orang gila.

Haha..momen ini tidak akan saya lupakan. Usai diberi kebahagiaan di awal puasa dengan buka di salah satu hotel di Kota Semarang, saya mencoba mempertahankan momentumnya dengan buka puasa di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) pada hari kedua. 

Jaraknya kurang dari 3 km dari rumah mungkin, naik sepeda adalah alternatif saat itu. Namun dari sini lah niat saya diuji sesungguhnya. Hujan sudah turun menyapa sejak awal puasa. Pikir saya, ah biasa saja.

Gagal buka puasa

Sempat maju mundur karena hujan yang turun begitu deras, akhirnya saya bertekad keras untuk tetap pergi. Dengan memakai jas hujan, akhirnya saya tetap mengayuh sepeda sampai ke MAJT. Ini bukan pemandangan pertama kalinya karena saya sudah terbiasa hujan sambil bersepeda.

Sampai di MAJT, feeling saya nggak bagus nih gara-gara melihat ada banyak orang yang ada di sini sambil membawa kotak makanan. Waduh, jangan bilang saya telat.

Rasa optimis saya masih besar meski harus menerjang hujan yang turun semakin besar juga. Saat langkah kaki saya tiba di dalam, perjuangan saya akhirnya pupus sudah. Tidak ada kotak makanan alias sudah habis dibagiin ke orang-orang yang hadir.

Bahkan, selesai sholat Maghrib pun saya masih berusaha menengok ke ruangan yang biasanya digunakan ke tempat berbuka puasa. Saya tidak sendiri, dan sudahlah. Sepertinya memang tidak ada jatah lagi buat saya. Gimana nih, niat buka puasa malah nggak ada.

Niat bayar pakai QRIS, eh koneksi internetnya bapuk

Rasanya ini puasa terlama karena saya masih belum buka. Apalagi tidak ada air juga yang tersisa. Ketimbang menunggu hujan reda di sini (MAJT), lebih baik saya pulang dan beli makan sendiri.

Niat saya kembali besar karena sudah menetapkan apa yang akan saya makan nanti. Sebuah tempat makan dengan ayam goreng dan sambel favorit. Hujan, masih dan sangat deras menemani saya pulang.

Setelah tiba, saya langsung memesan menu makanan sama si pemilik saat itu. Tidak ada uang tunai yang saya bawa. Saya percaya diri dengan hape yang saya pegang. Saat menayakan apakah QRIS bisa digunakan di sini, si bapaknya bilang tidak bisa. Namun bisa dibayar lewat transfer.

Waduh! Ah..baiklah saya pikir itu tetap bisa karena saya menggunakan spaylatter, tentu tetap bisa ditransfer. Pikiran saya masih positif.

Saya terus berdiri menunggu di sebelah tempat memasak beliau. Mau duduk juga tanggung karena saya tidak makan di tempat. Usai semua pesanan selesai, niatnya mau bayar dengan rasa percaya diri.

Waduh lagi...!!! Kok koneksi internet saya nggak konek! Astaga.. ini kenapa dah banyak sekali cobaannya!!

Masa saya kudu nyari ATM dulu dengan kondisi hujan deras gini. Eh, mendadak si karyawan si bapak tadi menawarkan tethring. Haha... mau nangis tapi ingin ketawa...Dan akhirnya tuntas juga pembayarannya lewat transfer.

Saya benar-benar mengucapkan rasa terima kasih saya kepada si mas karyawan yang mau membantu saya saat itu. Gila nih tantangan buka puasa.

Kebanjiran

Dua pengalaman di atas saja sudah kocak, saya tidak menyangka akan ditutup dengan momen kebanjiran saat menuju ke rumah. Dan inilah awal mula Kota Semarang akhirnya kebanjiran.

Gang ke rumah yang merupakan jalan yang sering saya lewati mendadak banjir. Beberapa pengendara terlihat bingung karena dalamnya air sudah sampai menenggelamkan roda sepeda lipat saya. Wajar tentunya, masa baru buka puasa harus mendorong motor karena mesin mati.

Saya sendiri beruntung karna pakai sepeda. Tetap gass terus pokoknya. Saat banjir tersebut, hujan masih menemani langit Kota Semarang dan benar rupanya saat pagi hari esoknya, Kota Semarang dilanda banjir. Eh, bukan pagi harinya. Sudah dari dini hari.

...

Saya ingin mentertawakan diri saya sendiri saat itu. Namun makanan yang masih panas membungkam pikiran itu saking laparnya. Entah kelak, saat kembali membaca ini dan mengingat kembali, apakah saya harus tertawa atau menangisi diri sendiri.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya