Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Mampir Mal Hanya Untuk Pup


[Artikel 17#, kategori Lucu] Jika dipikir lagi, ini kejadian lucu yang saya alami. Ini terjadi saat saya sedang di Jogja. Suasananya sangat ramai, maklum momen natal. Tapi isi perut sudah di ujung tanduk, sulit ditahan lagi.

Hari ke-2 atau tanggal 25 Desember 2023. Kami memutuskan jalan-jalan sebelum esok harinya pulang. Ada banyak tujuan kali ini. Apalagi ada grup ibu-ibu dan anak muda, saya yang hanya driver hanya mangut-mangut saja saat disuruh ke sana atau ke sini.

Mendadak sakit perut

Ini Jogja, bukan Kota Semarang. Semakin sering saya ke sini, ternyata Jogja sangatlah luas daerahnya. Entah itu sedang berada di Kabupaten Sleman atau pusatnya, itu tetaplah saya sebut Jogja.

Tempat-tempat yang kami kunjungi saat itu, letakya jauh-jauh. Apalagi tempat kami menginap dan Pakuwon Mall Joga. Rute yang ditempuh berliku-liku karena masih mengandalkan google map sebagai teman perjalanan.

Nah, di sini sialnya. Sebelum tiba di tempat yang dituju, perut saya mules. Entah kenapa perjalanan sangat sangat lama terasanya. 

Singkat cerita, kami akhirnya tiba. Baru mau masuk ke mal, macet parah menyertai. Padahal jika jalan kaki saja, masuk ke malnya sangat mudah.

Akhirnya tiba di depan pintu utama mal. Karena sudah di ujung tanduk, saya minta ganti driver sama keluarga dan bergegas menuju toilet terdekat.

Kondisi kendaraan tidak langsung parkir. Hanya menurunkan para penumpangnya saja dan kemudian bergegas pergi lagi ke tempat tujuan berikutnya.

Ya, saya kemudian ditinggal tentunya. Ah, biarlah pikir saya karena tujuan utama saya harus tercapai terlebih dahulu. Oh ya, grup ibu-ibu tentu turun juga dan menghabiskan waktu di sini. Saya tidak ikut bergabung dengan mereka. 

Setahun lagi, mungkin kenangan ini akan membuat saya malu dan ketawa sendiri. Bagaimana tidak, ke mal terbesar yang ada di Jogja malah mampir untuk buang hajat (pup).

Selesai urusan, saya langsung menyusul keluarga lain dengan ojek online. Yah, lumayan jauh juga jaraknya lagi. Sepertinya saya akan tetap memilih Kota Semarang ketimbang Jogja jika begini.

...

Beruntung tujuan kami adalah Mal Pakuwon Jogja. Kita semua tahu toilet mal sudah 11 12 sama seperti hotel. Kesan mewah membuat nyaman beraktivitas di dalam biliknya. Yah, meski ada rasa kurang nyaman juga karena keramaian orang-orang yang begitu terasa kehadirannya.

Jadi nggak enak ketika suaranya terdengar. Kondisinya yang lagi di pucuk, tentu menimbulkan suara dan bau yang tidak ramah. Hahaha... saya ketawa geli sendiri membayangkan kondisi saya saat itu.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat