Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Natalan di Jogja

[Artikel 10#, kategori Jogja] Bukan berarti saya merayakan Hari Natal sebenarnya. Maksudnya saat pergi ke Jogja, bertepatan dengan Hari Natal esok harinya. Tentu, saya punya cerita dalam perjalanan kali ini yang membuat sedikit was-was dan khawatir.

Aktivitas keluarga yang datang, berlanjut ke Jogja. Namun perjalanan kali ini dibagi dua. Pemilik pergi dengan rombongan bus, sedangkans saya mengendarai mobil pribadi bersama keluarga lain.

Macet parah di tol

Kami terpaksa memutar arah saat mengetahui perjalanan kali ini yang menggunakan tol terlihat kemacetan parah. Kata keluarga lain 'mending macet di jalan biasa ketimbang di jalan tol.'

Macet di jalan, bisa berhenti di mana saja tanpa khawatir. Seperti kebelet ingin pipis atau mau pup. Apalagi kalau bensin kendaraan sedang sekarat, pengendara tidak perlu bingung.

Sebaliknya apabila masih di tol, bakal sulit dibayangkan. Saya pun hanya mangut-mangut karena kursi driver diserahkan kepada saya.

Saya tidak menyangka momen macet parah gini terjadi kepada kami. Nggak lucu kan, kami satu mobil mendadak masuk TV untuk dimintai pengalamannya lewat wawancara.

Rasanya ini kali pertama saya merasakan momen begini. Mungkin karena usai pandemi dan libur panjang merayakan Hari Natal beserta Tahun Baru.

Di Jogja pun sama, kami beberapa kali terjebak macet parah. Saya dan yang lain sampai berharap mending di rumah saja kalau begini. Tidak perlu ikut liburan.

Saya sendiri yang harus menyetir bolak-balik hanya pasrah menerima keadaan. Meski ada beberapa keluarga yang bisa nyetir juga, tapi saya tidak ingin liburan mereka berubah jadi kekesalan.

...

Hari Natal tiba, saya hanya bisa mengirim pesan chat via WhatsApp kepada rekan-rekan, khususnya futsal. Termasuk sahabat saya yang tinggal di Kota Samarinda. Itu pun juga mendadak ingat karena saya juga jarang nongol di grup.

Selamat Merayakan Hari Natal buat yang memperingati. Damai selalu dan diberi kesehatan sepanjang waktu. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh