Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Dulu ke Jogja Berwisata, Sekarang Seperti Rutinitas Saja

[Artikel 8#, kategori Jogja] Saya sudah menginjak pedal gas semaksimal mungkin, namun tetap saja terlambat sampai di bandara Jogja baru. Minggu ketiga bulan Juni, saya kembali ke kota pelajar. Ini kali ke-4 dalam setahun ini mengunjungi Jogja.

Orang rumah datang lagi dan berencana lebaran iduladha di Kota Semarang. Mau tidak mau, saya harus menjemput mereka di Joga karena menggunakan penerbangan lewat sana. Bukan Kota Semarang.

Rutinitas

Saya memikirkannya dalam perjalanan yang kali ini sendirian. Pergi ke Jogja seakan rutinitas saja dan dipastikan akhir bulan Juni ini akan kembali mengantar mereka yang lagi-lagi pulang lewat bandara Jogja.

Dulu, mengunjungi kota gudeg ini karena ingin berwisata atau ada acara penting yang berhubungan dengan dunia blogging. Saya tidak menyangka tahun 2023, ini malah jadi ruitinitas saja.

Terlambat

Saya sudah dipesanin dari awal untuk berangkat lebih awal dari Kota Semarang menuju bandara oleh pemilik rumah.

Namun apa boleh dikata. Sang menantu yang juga memiliki kuasa, tidak ada yang bisa saya lakukan saat kendaraan yang seharusnya segera saya pakai masih digunakan untuk menjemput putri tercintanya pulang Sekolah.

Bila waktu normalnya, 3 jam lebih bisa tiba ke bandara Jogja dari Kota Semarang. Namun kenyataannya tidak demikian. Ada beberapa faktor yang membuat perjalanan terhambat, seperti penutupan jalan dan kemacetan yang tidak diprediksi.

Saya jadi tidak enak sendiri karena pemilik rumah sudah tiba di bandara sedangkan saya masih terjebak di jalan. Saya tidak bisa menyembunyikan alasan apapun dari beliau karena beliau pasti tahu alasannya. 

Syukurlah, pemilik rumah makan siang dulu di bandara. Sehingga rasa bersalah saya karena terlambat tidak begitu kentara.

...

Kali ini cukup lama berada di Jogja. Hari Sabtunya tanggal 24 Juni, kami akhirnya kembali ke Kota Semarang. Bolak-balik Jogja ibarat mata uang yang memiliki 2 sisi. Satu sisi menyenangkan, satu sisi mengorbankan beberapa kepentingan.

Waktu futsal yang terganggu dan undangan liputan yang harus batal meski sudah dijadwalkan jauh-jauh hari. Keluarga lebih penting?

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh