Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Jogja dan Batal Puasa

[Artikel 5#, kategori Jogja] Masih tidak bisa konsisten berpuasa, kali ini gagalnya karena otw ke Jogja. Semenjak mengambil tugas jemput pemilik rumah yang lebih suka datang lewat bandara Jogja, mau tidak mau, saya harus melakukan perjalanan dari Kota Semarang. Karena jauh, saya terpaksa memutuskan tidak berpuasa.

Saya mengerti betapa besar dosa saya karena tidak konsisten berpuasa. Jadi, mari dengarkan cerita lainnya yang tak perlu membahas tentang hal tersebut.

OTW bandara YIA

Saya berangkat dari rumah setengah 6 pagi dengan harapan sebelum pukul 9 sudah tiba di bandara. Karena bukan kali pertama ke bandara YIA, saya sedikit santai. Apalagi saya tidak sendiri. Ada istri dan anak si bungsu yang menemani. 

Kali ini saya tidak kelewatan melintas jalan tol yang sebelumnya melewati sampai Kopeng.  Ternyata setelah keluar tol Bawen, jalan yang digunakan adalah rute Magelang.

Kemudian, rutenya sama seperti saat melewati Kopeng. Saya sempat dejavu dan beranggapan rute yang kali ini terlalu jauh. Ternyata malah sebaliknya, ini lebih nyaman saja.

Debut si Mac

Pergi keluar dari kamar artinya harus membawa pekerjaan turut serta. Setelah drama laptop dijual, perjalanan ke Jogja kali ini adalah debutnya si laptop baru. Ya, tidak baru juga. Saya mendapatkannya barang second dan mereknya adalah Apple atau MacBook Air.

Meski dari sisi branding, MacBook lebih menarik, namun dari sisi kemampuan saya harus akui Zenbook Space Edition masih yang terbaik. Dari harga saja sudah beda kelas.

Saya masih beradaptasi dengannya karena sangat berbeda dari laptop yang biasanya bertipe Windows. Perjalanan kali ini semakin berarti untuk saya.

...

Saya berada di Jogja beberapa hari sebelum akhirnya memutuskan pulang. Menginap satu hari satu malam maksudnya. Merugikan tapi tidak bisa berbuat apa-apa juga.

Setidaknya, produktivitas saya tidak terganggu karena ada laptop baru (second). Sempat khawatir saat menjual Zenbook karena uangnya khawatir kurang. Uang penjualannya digunakan untuk membayar hutang yang adik-adik saya perbuat. Mengesalkan untuk berbicara tentang mereka.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat