Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Dibercandain Saudara Sendiri

[Artikel 28#, kategori keluarga] Apa yang dikhawatirkan terjadi juga. Meski resikonya sudah diminimalisir, tetap saja dibercandain saudara sendiri sangat menyakitkan. Apalagi sudah menaruh harapan tinggi. Jika saudara sendiri melakukannya, lantas harus siapa lagi harus dipercaya. 

Saya, awal bulan April sudah sangat menyedihkan. Ibarat pepatah, sudah jatuh masih ketiban tangga. Saya menuai kesalahan yang tidak pernah saya lakukan hanya karena masih satu darah. Kejam sekali untuk orang normal seperti saya yang hanya berdiam di rumah sepanjang waktu.

Dibercandain

Maksud hati menolong karena sebagai anak pertama yang ingin hidupnya baik-baik saja, saya menuruti pikiran saudara saya yang sedang terjerembab masalah. Toh, apabila masalah dibiarkan berlarut-laraut, mau tidak mau nanti saya ikut terjerat karena dianggap bertanggung jawab.

Saya pikir masalahnya sudah beres ketika saya mengambil pinjaman online untuk dibayarkan. Ternyata hari h yang sudah disepakati antara saudara saya dan orang yang bermasalah, saudara saya mengingkari janjinya.

Uang pinjol yang seharusnya dibayarkan kepada orang tersebut bahkan dipakai sendiri. Lalu, orang tersebut mau tidak mau menghubungi saya. Dilematis jika begini. Saya sudah berusaha menolong, tapi dibercandain.

Saudara saya bahkan mengingkari juga kesepakatan untuk membayar perbulan pinjaman yang saya ambil. Sudah uang raup entah kemana, sekarang saya harus cari lagi uang untuk membayar utang orang yang nagih ke saudara saya.

Aset berharga saya yang belum saya gunakan dalam kurun waktu setahun terpaksa dijual. Dan masalah sepertinya belum juga usai, mengingat tagihan bulanan hingga tahun depan saya juga yang bayar.

Saya tidak tahu dosa apa yang dilakukan orang tua saya sampai-sampai ditipu saudara sendiri. Nasib menjadi kakak yang ingin dianggap baik malah jadi senjata makan tuan.

...

Saya tidak menyukai awal bulan ini, termasuk menceritakannya di sini. Namun ini akan saya jadikan pengingat bahwa saya sangat sangat jatuh. 

Jika keluarga sendiri begini, kepada siapa lagi saya harus berbakti. Hanya karena uang, sebagian orang-orang menjadi jahat.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat