Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Mengambil Alih Pekerjaan

[Artikel 36#, kategori Amir] Dengan tidak tinggal lagi di rumah karna sudah menikah, mau tidak mau pekerjaan yang biasanya dipegang olehnya, terpaksa saya ambil. Ya, terpaksa. Karena tidak ada pilihan lagi. Semoga saya sehat selalu saja.

Dulu, saya sering mengabaikan pekerjaan orang bawah (si Amir) yang disuruh antar jemput ke Jogja dan Semarang. Saat diajak olehnya pun, saya tidak ingin. Toh, pembagian kerjaannya jelas. Saya di rumah bersih-bersih, ngurus tetek bengek dan hal kecil.

Sedangkan urusan jemput menjemput, saya berikan kepadanya. Masa semua saya harus handle. Jangan egois kata saya dalam hati.

Kena karma

Sekarang, pekerjaan saya ambil semua. Meski ada menantu di rumah si pemilik rumah yang juga sangat rajin bersih-bersih. Saya jadi tidak enak sendiri karena dia adalah wanita dengan satu anak dan saya pria single.

Saya seperti terkena karma karena mengambil alih pekerjaan si Amir. Sudah sejak akhir tahun 2022 kemarin hingga sekarang, saya terus bolak-balik antara Jogja dan Semarang.

Pemilik rumah sepertinya sangat menikmati datang ke Jawa turun di bandara Jogja ketimbang Kota Semarang. Dari sisi efisiensi emang, toh bandara dari Jogja bisa langsung menuju bandara Kota Samarinda. 

Tidak perlu ribet seperti dulu sebelum adanya bandara di Kota Samarinda, kita harus pergi ke Balikpapan untuk naik pesawat.

Dampaknya, saya jadi kesulitan sendiri harus menempuh perjalanan jauh dari Semarang ke Jogja. Jika sedang tidak ada kegiatan sih, aman-aman saja. Namun apabila ada kegiatan seperti undangan acara, ini yang buat dilema.

Saya benar-benar dipukul karena ulah saya sendiri. Mungkin saja, jika dulu saya tidak meremehkan pekerjaan antar jemput si Amir, saya tidak mengalami hal seperti dirinya sekarang.

Pekerjaan yang melelahkan terkadang apalagi saat sendirian menyetir. Mengeluh atau mengatakan tidak, belum bisa saya lakukan. Toh, saya masih tinggal dengan mereka. 

Semoga saja, saya selalu diberi kesehatan dan keselamatan saat berkendara. Saya ikhlas melakukan pekerjaan ini karena pemilik rumah adalah bagian keluarga saya juga. 

Sehat selalu buat badan!

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Jab Harry Met Sejal, Film India Tentang Pria yang Berprofesi Sebagai Pemandu Wisata

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun