Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Pertama Kali Merasakan Gempa

[Artikel 9#, kategori Jogja] Sudah 16 tahun saya tinggal di Kota Semarang, namun merasakan gempa untuk pertama kalinya baru saja akhir bulan Juni kemarin. Itu pun di Jogja, saya bukan bangga. Hanya saja sangat waspada saat itu.

Jumat sore, tanggal 30 Juni, saya dan seluruh penghuni rumah kembali ke Jogja usai merayakan Iduladha di Kota Semarang. Ya, mereka kembali pulang dan penerbangannya dilakukan lewat bandara Jogja.

Kali ini istri si bungsu juga ikut pulang bersama anaknya. Sedangkan si bungsu yang jarang ikut nemanin ke Jogja, memutuskan ikut mengantar. 

Gempa

Saya tidak menyangka terjebak dalam kemacetan panjang setelah tiba di Jogja yang sekalian mencari makan malam. Kami dari Semarang berangkat sore hari, makanya ini baru tiba malamnya.

Saat menunggu, saya sempat dibuat terpengarah dengan keadaan kendaraan di depan saya yang bergoyang. Dalam hati berbicara 'apaan sih kok goyang-goyang', di jalan pula yang banyak orang-orang. *mungkin kamu mengerti maksud saya. 😅

Dalam hitungan menit, orang-orang di pinggir jalan pada berdiri dan terlihat menjauh dari aktivitas sebelumnya yang berada di tempat makan. Waduh, ada apa ini?

Saya yang awalnya nggak ngeh, baru akhirnya merasakan jika setir yang saya pegang terasa bergoyang juga. Sontak saja saya kaget dan baru mengetahui jika ada gempa yang melanda.

Deg-degan dong. Apa macet ini alasannya karena ada gempa? Saya sangat khawatir dengan apa yang terjadi pada saya dan orang rumah nantinya. Nggak lucu kan, kami masuk berita di TV.

Pawai Obor

Karena pengalaman pertama kali merasakan gempa secara langsung, pikiran saya sedikit negatif. Apalagi macetnya juga jadi lebih parah, tidak ada yang bisa bergerak.

Hanya karena ingin mencari makan di tempat yang berbeda, keadaan yang seharusnya baik-baik saja membuat kami semua jadi khawatir.

Syukurlah, kendaraan mulai bergerak perlahan-lahan. Dan saya terkaget yang awalnya sangat khawatir karena ada gempa, tidak menyangka macet parah ini ternyata disebabkan iring-iringan pawai obor.

Tepok jidat! Panik nggak panik, masa nggak. Ketawa bangsat!!! Haha... Oh ya, gempa yang saya rasakan ternyata terjadi di Bantul dan merambat hingga ke Jogja. Saya juga dapat kabar jika Kota Semarang, ada yang merasakan juga. 

....

Saya belum menikah dan ingin sekali memiliki anak untuk meneruskan diri saya. Masa harus menderita karena gempa, apalagi di Jogja. Kekhawatiran yang berlebihan membuat pengalaman saya tidak menyenangkan. Pertama kali, pula.

Terima kasih, Tuhan - Allah SWT yang masih memberi keselamatan kepada kami semua. Khususnya diri saya yang mulai sering bolak-balik ke Jogja tahun ini. Sehat selalu buat diri saya dan panjang umur menyertai.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh