Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Futsal Hari Kamis: Sparing

[Artikel 138#, kategori futsal] Tidak menyangka akhirnya bisa melawan tim lain. Padahal tim ini hanyalah buat senang-senang karena diisi para veteran yang orangnya tidak ahli dalam bermain. Kamis terakhir di bulan Maret, kami diajarin gimana bermain futsal yang tidak sekedar hanya bisa menendang saja.

Kamis tanggal 29 Maret kemarin, tim mendapatkan lawan yang tangguh. Kami seakan diajarin gimana main yang efektif dan terus berlari tanpa rasa lelah. 

Dari segi umur, tim lawan menang segalanya karena mereka anak muda semua. Memang kami juga sebagian masih ada yang muda, tapi muda mereka berbeda dengan kami yang nendang bola saja bisa lepas.

Tim pertama yang turun sepertinya bisa ngimbangin tim lawan. Namun saat bergantian, tim yang saya ikuti sulit berkembang. Mengejar bola seakan tidak berarti, meski saya sedang tidak menjadi kiper karena ada pemain lain yang menjaga gawang.

Saya sendiri akhirnya kembali ke posisi kiper usai tim berganti. Saya jadi ingat pertandingan Leverkusen yang karakternya kuat di bawah asuhan Xabi Alonso. Timnya kuat, bola bergerak tanpa henti, pemain mencari ruang dengan kombinasi satu dua.

Yah, kami dibuat separah itu menghadapi permainan dengan gaya tersebut. Tim yang rasanya bukan sekedar bersenang-senang seperti kami untuk sekedar mengisi waktu dan buang keringat.

...

Kami memang kalah dan saya menderita juga karenanya. Meski sukses menepis beberapa peluang yang dilancarkan tim lawan, kesalahan tim sendiri juga membuat gawang yang saya jaga mudah dibobol mereka.

Sebuah pengalaman yang berharga kali ini.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Jab Harry Met Sejal, Film India Tentang Pria yang Berprofesi Sebagai Pemandu Wisata

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun