Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Futsal Hari Kamis: Sparing

[Artikel 138#, kategori futsal] Tidak menyangka akhirnya bisa melawan tim lain. Padahal tim ini hanyalah buat senang-senang karena diisi para veteran yang orangnya tidak ahli dalam bermain. Kamis terakhir di bulan Maret, kami diajarin gimana bermain futsal yang tidak sekedar hanya bisa menendang saja.

Kamis tanggal 29 Maret kemarin, tim mendapatkan lawan yang tangguh. Kami seakan diajarin gimana main yang efektif dan terus berlari tanpa rasa lelah. 

Dari segi umur, tim lawan menang segalanya karena mereka anak muda semua. Memang kami juga sebagian masih ada yang muda, tapi muda mereka berbeda dengan kami yang nendang bola saja bisa lepas.

Tim pertama yang turun sepertinya bisa ngimbangin tim lawan. Namun saat bergantian, tim yang saya ikuti sulit berkembang. Mengejar bola seakan tidak berarti, meski saya sedang tidak menjadi kiper karena ada pemain lain yang menjaga gawang.

Saya sendiri akhirnya kembali ke posisi kiper usai tim berganti. Saya jadi ingat pertandingan Leverkusen yang karakternya kuat di bawah asuhan Xabi Alonso. Timnya kuat, bola bergerak tanpa henti, pemain mencari ruang dengan kombinasi satu dua.

Yah, kami dibuat separah itu menghadapi permainan dengan gaya tersebut. Tim yang rasanya bukan sekedar bersenang-senang seperti kami untuk sekedar mengisi waktu dan buang keringat.

...

Kami memang kalah dan saya menderita juga karenanya. Meski sukses menepis beberapa peluang yang dilancarkan tim lawan, kesalahan tim sendiri juga membuat gawang yang saya jaga mudah dibobol mereka.

Sebuah pengalaman yang berharga kali ini.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift

Berkenalan dengan Istilah Cinephile