Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Futsal Terakhir di Bulan Februari: Berangkat Lebih Cepat

[Artikel 136#, kategori futsal] Selasa sore (27/2), saya keluar dari rumah sekitar jam 5 sore. Lebih awal dari biasanya yang berangkat jam setengah 7 malam. Kali ini ada undangan hotel yang untungnya berada di sekitar rumah, jadinya saat berangkat semua alat olahraga sudah saya bawa.

Ini bukan kali pertamanya saya berangkat futsal berbarengan dengan aktivitas pekerjaan semacam liputan acara. Momen begini yang membuat saya sangat bahagia, meski isi dompet tetap tidak akan bertambah.

Jika kamu mengikuti saya sebagai seorang pemilik blog, menerima undangan dari hotel atau acara yang diselenggarakan bukan oleh orang Jakarta, maka hanya akan dapat makan gratis dan ucapan terima kasih. Saya sudah maklum untuk soal ini.

Futsal hari Selasa

Nanti saya akan ceritakan di blog lainnya mengenai undangan yang saya dapatkan dari hotel tersebut. Pokoknya, momennya itu dalam rangka menyambut bulan puasa.

Akhirnya saya selesai dengan aktivitas di hotel dan langsung menuju lapangan futsal. Saya mengira saya adalah orang pertama yang datang karena lapangan masih terlihat sepi dan lampu penerangan belum dinyalakan.

Eh, ternyata sudah lumayan banyak. Saya suka sekali dengan atmosfer ini. Dan benar, beberapa saat kemudian semua orang sudah berkumpul dan ada 4 tim yang kali ini bermain. Satu tim sendiri terdiri dari 6 pemain. Total sendiri jika penasaran.

Selasa ini adalah selasa terakhir di bulan Februari. Tidak terasa sudah sampai di sini lagi dan besok sudah akan berganti lagi. Entah apakah masih bermain seperti biasa atau memaklumi karena akan memasuki bulan puasa.

Selama bermain, saya tidak berhenti menjadi kiper. Seperti sangat menikmati peran ini ketimbang posisi normal bukan sebagai kiper.

Sayangnya semangat itu yang harus berjibaku, jatuh bangun, membuat tangan dan kaki saya mengalami nyeri. Ah, saya terlalu bersemangat meski beberapa kali gawang saya dibobol dengan mudah.

...

Sudah hampir 2 bulan terakhir ini saya memakai sepeda. Lelah usai bermain futsal belum berhenti karena pulang harus menggenjot fisik lagi. Ya, udara malam yang terasa dingin terasa hangat karena tubuh masih panas-panasnya usai bermain futsal.

Terima kasih bulan Februari. Semoga semangatnya tetap menular di bulan Maret. Dan saya harap, tubuh saya tidak banyak yang cedera lagi. Sulit memohon untuk tidak cedera karena terlalu sering berjibaku di lapangan. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat