Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Rumah Kembali Berdenyut: Kisah Rindu dan Syukur di Libur Iduladha

[Artikel 82#, kategori rumah] Setahun terasa panjang bagi sebuah rumah yang sepi. Namun, kali ini, dalam hangatnya libur Iduladha, keheningan itu pecah oleh gelak tawa dan cerita. Semarang kembali menyambut kedatangan pemiliknya, dan bersamanya, kenangan-kenangan indah dari setiap perayaan besar seolah menari di setiap sudut ruangan.

Kebahagiaan ini tak hanya milik si bungsu dan keluarganya yang akhirnya dapat memeluk erat kedua orang tua. Saya, yang ikut merasakan kehangatan rumah ini, pun tak dapat menyembunyikan suka cita. 

Mereka bukan sekadar keluarga, melainkan rumah kedua yang selalu terbuka. Sebuah pertanyaan seringkali muncul: bagaimana kelak saya dapat membalas limpahan kebaikan ini?

Ketika hati dipenuhi kebahagiaan, semesta seolah ikut tersenyum. Bulan Juni ini terasa istimewa dengan rezeki yang mengalir deras. Mungkin benar adanya, kupu-kupu cantik yang beberapa hari lalu singgah di taman adalah pertanda baik, sebuah isyarat bahwa perjuangan hidup yang selama ini saya jalani mulai menunjukkan titik terang

Rumah ini kembali menjadi sumber keberlimpahan. Tak hanya hidangan lezat yang selalu tersedia, tetapi juga 'dompet' yang terasa lebih aman karena pengeluaran hanya terfokus pada kebutuhan pokok. Sebuah kemewahan sederhana yang patut disyukuri.

Manajemen waktu

Namun, riuhnya kebersamaan ini membawa dinamika baru. Kesunyian yang selama ini menemani setiap aktivitas menulis kini harus berbagi ruang dengan percakapan dan canda tawa. 

Tantangan baru pun muncul: bagaimana menyeimbangkan waktu untuk menikmati momen bersama keluarga dan tetap produktif di depan laptop. Sebuah seni manajemen waktu yang perlu terus diasah.

Dulu, mungkin saya akan terusik dengan perubahan ini. Namun, pengalaman telah mengajarkan bahwa setiap situasi memiliki hikmahnya. Ini bukan kali pertama rumah kembali ramai, sehingga saya telah belajar beradaptasi dan menemukan ritme yang tepat.

Di tengah hangatnya dekapan keluarga, ada harapan sederhana yang terselip: semoga timbangan badan ikut bergeser ke kanan. Tubuh yang terasa semakin ringan ini merindukan asupan yang lebih dari biasanya. 

Namun, di atas segalanya, saya selalu bersyukur atas setiap nikmat yang telah diberikan. Sehat selalu untuk keluarga tercinta dan rumah yang kembali hidup. Semoga kita semua senantiasa dilimpahi keselamatan dan rasa syukur atas rahmat yang tak terhingga dari Allah SWT. Oh ya, gambar di atas hanyalah ilustrasi. Bukan sebenarnya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya