Pria Tidak Berdaya

[Artikel 12#, kategori mini soccer] Bulan September kali ini datang tanpa aroma khas futsal. Ia membisikkan narasi yang berbeda, sebuah cerita tentang roda yang mesti berputar dan momentum yang dipilihkan. Bukan sebuah akhir, melainkan gerbang baru yang sudah dibuka pelan-pelan sejak 2023: Mini Soccer.
Kini, ban sepeda itu tak lagi berbelok ke arah yang sama. Kisah-kisah di Stories Instagram pun akan diwarnai palet yang lebih hijau, sebab permukaannya tak lagi kayu atau sintetis keras yang dingin. Ini tentang rumput yang lebih luas dan pandangan mata yang lebih lega.
Sebuah keputusan estafet telah diambil. Dua tim—yang biasa bertemu Selasa dan Kamis—resmi melebur menjadi satu entitas. Sebuah koalisi yang apik; mengakomodasi gairah kolektif akan hobi sekaligus menjaga rasionalitas dompet (soal iuran). Ini adalah seni menyeimbangkan kesenangan dan efisiensi.
Ironi memang. Lapangan futsal yang telah menjadi saksi bisu tawa dan peluh kami selama bertahun-tahun, kini harus mengalah pada selera pasar yang lebih baru. Sejak Padel—tren baru itu—membuat sayap di Kota Semarang, mau tak mau, yang lama harus memberi jalan pada yang lebih muda dan menarik.
Ya, kami tahu ini tentang bisnis.
Seberapa pun kuatnya kami mencurahkan jiwa pada sebuah hobi, akan ada titik di mana uang berbicara lebih keras dari loyalitas. Itu adalah hukum alam yang pahit di medan ini.
Namun, jeda telah usai. Setelah penantian yang terasa seperti penahanan semangat, tanggal 18 September itu tiba. Lapangan kembali hidup. Wajah-wajah itu kembali penuh senyum tawa, gairah yang sempat diikat kini terlepas, dan semangat yang tak pernah padam menjadi bensin kelas satu yang menggerakkan setiap langkah dan umpan.
Selamat datang, mini soccer Kamis.
Semoga kesenangan yang terasa nyata ini adalah nyata adanya, dan semoga ia terjaga dari hiruk pikuk di luar garis batas lapangan.
Artikel terkait :
Komentar
Posting Komentar