Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Pertengkaran Kecil

[Artikel 15#, kategori rumah tangga] Sedewasa-dewasanya sebuah hubungan atau yang sedang dijalanin, kadang kita lupa umur berapa mereka sekarang. Hanya bisa takjub saat mereka melaluinya dengan tetap memegang teguh kesabaran dan rasa cinta yang masih jadi landasan dasar mengapa mereka bersatu.

Dari kecil, saya hidup diantara kisah kedua orang tua yang ceritanya mereka menikah di usia muda. Tanpa pendidikan yang luar biasa dan hanya berbekal ingin saling melengkapi saja.

Hasilnya, pemandangan pertengkaran selalu menghiasai dari waktu ke waktu. Semacam kewajaran saat itu dan rasanya, wanita yang menjadi ibu saya adalah wanita terkuat di bumi.

Pertengkaran kecil

Semenjak itu, dari zaman Sekolah, saya berharap menemukan wanita terkuat di bumi lainnya. Yang tidak mudah goyah karena masalah sepele atau besar. Cinta memang tidak membuat kenyang, tapi tanpa cinta semuanya terasa hambar.

Pemandangan itu kembali saya rasakan sekarang meski tidak ada suara yang keluar dari sepasang manusia yang sudah punya buah hati. Entah sejak kapan itu terjadi, untungnya punya rumah sendiri, dan mungkin mereka mengerti bahwa ada orang lain di dalam rumah yang tidak berdosa hanya untuk menyaksikan pertengkaran kecil mereka.

Beberapa hari perang tersebut masih terjadi, mereka saling tidur di kamar berbeda. Seperti yang tadi dibilang, untungnya ada rumah. Sehingga tidak perlu seperti adegan film drama Korea yang salah satunya tidur di sofa.

Bila saya berada diposisi si pria, rasanya itu melelahkan. Apalagi kesibukan yang dijalani semenjak memutuskan mengambil jenjang pendidikan lanjutan. Pergi pagi, pulang malam. Dari sisi tubuh sudah sangat melelahkan, sekarang kena mental karena masalah pertengkaran kecil.

Saya jadi ingat pertengkaran dengan mantan. Ngurusin wanita yang belum jadi istri saja sudah ribet, apalagi bila ntar jadi istri. Kedewasaan menjadi tidak berguna kala wanita malah mencari kesenangan dengan pria lain dan saya, disuruh bersabar karenanya.

Kini, keduanya sudah kembali rujuk. Seperti terlahir kembali dengan cinta yang lebih bertubi-tubi. Saya pikir mereka menyelesaikan dengan sangat baik. Sungguh salut buat keduanya yang hanya butuh waktu untuk menyelesaikan permasalahan.

...

Saya belajar dari keduanya untuk kelak apabila saya menikah nanti. Saya harap jadi orang yang sabar untuk calon istri saya yang begitu luar biasa karena terus menyayangi anak-anak kami. 

Saya mengerti, tidak mudah. Rekor pacaran yang berantem saja sulit diselesaikan, semoga saja itu tidak terjadi. Pacaran bisa putus dan selesai. Sedangkan pernikahan? Saya harap tidak ada kisah selesai karena menikah sangat sakral.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh