Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Halo, Oktober 2022

[Artikel 109#, kategori catatan] Meskipun belum beranjak dari duka, bulan September tetaplah juara. Bahkan bila semua uang yang saya kumpulkan beberapa tahun terakhir menghilang, saya tetap bangga dengan keberuntungan yang saya dapatkan kemarin (tengah bulan September). Seolah, semua digantikan dengan yang lebih baik.

Halo, Oktober yang awal bulan jatuh pada hari Sabtu. Besoknya, rencana orang rumah pada datang bakal jadi tantangan tersendiri di bulan kesepuluh ini. Sangat sulit memprediksi waktu ketika rumah menjadi rame. Khususnya aktivitas di depan layar. 

Menang keberuntungan

Akhirnya saya pergi ke Jakarta lagi di bulan September. Bertemu rekan-rekan bloger sebagian penjuru kota dan tentunya, acara ASUS yang paling ditunggu.

Ada perasaan bahagia yang akhirnya menutup duka di bulan Agustus. Meski hanya sebentar, saya tidak menyangkal bahwa itu memberi semangat lebih.

Ditambah pulang dari Jakarta membawa laptop baru, sungguh keberuntungan yang tak pernah akan lagi bila saya pikir selama hidup nanti.

Tantangan bulan Oktober

Kepergian Almarhum Ibu, tidak membuat semua urusan keluarga jadi lebih baik. Entah kenapa, malah terasa semakin jadi menjadi. Dari soal uang hingga kebiasaan yang sulit diubah.

Saya yang berusaha menjauhi hutang, nyatanya malah terus dikuras oleh mereka. Padahal dari dulu sering saya bilang bahwa saya ini bukan pegawai, tidak ada gaji bulanan yang membuat rasa nyaman.

Menjadi bloger di dunia yang saya geluti, pendapatan saya seperti pekerjaan paruh waktu atau freelance. Kadang dapat, kadang nggak sama sekali. Sekali dapat harus menutupi pengeluaran besar. Sekarang, malah orang-orang (keluarga) yang sudah dianggap punya gaji bulanan mencari pinjaman ke saya. 

Selain itu, kedatangan pemilik rumah dan menantunya, memberi tekanan sendiri yang biasanya hanya berdiam diri di kamar dengan keheningan. Tidak masalah sebenarnya, hanya saja sepi yang terasa mewah, kini berganti dilema karena bakal sering merasa khawatir.

...

Saya sangat berharap kepada seseorang untuk membantu saya karena ia sudah punya penghasilan sendiri. Tapi dasarnya sekali melakukan kebiasaan buruk bakal terus menerus, rasanya sudah tidak berharap. Jadi saya hanya menandainya saja bahwa ia memiliki utang yang belum dibayar sampai kapanpun.

Selamat tinggal Sadtember, kenapa orang yang paling dekat yang menyakiti atau membuat khawatir saya. Bukannya saling menguatkan, malah saling menyakiti.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya