Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

PHP Si Mbak (Pemasar)


[Artikel 2#, kategori Dibalik Layar] Saya sedang menunggu seorang wanita di hotel. Bukan untuk berkencan, melainkan tawaran kerja sama. Si Mbak ini datang dari brand penyedia layanan hotel yang sedang berkembang belakangan ini. Akhirnya kami bertemu, namun yang terjadi?

Rabu siang, 7 Agustus 2019. Saya bersepeda dari rumah menuju kawasan Pecinan. Sebelum bertemu dengan si Mbak ini, saya juga berjumpa dengan seorang wanita. Saya juga kena PHP di sini. Mungkin bagian kedua nanti saya ceritakan.

Matahari yang terik menyengat kulit tak dapat membendung perasaan antusias untuk segera bertemu dengan si Mbak (ketemu di hotel). Kami sudah berkomunikasi intens beberapa hari.

Mendapatkan informasi lewat mesin pencari

Hotel yang dituju berada di luar kawasan Pecinan dan sebelum jalan Depok. Hotel yang sudah akrab saya kunjungi beberapa tahun belakangan.

Setibanya, seperti biasa untuk mencari kamar mandi untuk berganti (pakaian). Maklum keringatan. Hanya atasan saja, sedangkan celana tidak.

Beberapa orang memakai pakaian dinas saat langkah saya menuju lobi. Saya pikir ada acara di sini. Mbak yang ngajak ketemuan rupanya belum datang dan saya disuruh nunggu di lobi.

Oh ya, sebelum ke sini saya menghubungi salah satu pegawai hotel yang saya kenal. Saya berpikir untuk mengabarinya bahwa saya sedang berkunjung ke hotelnya. Namun sayangnya, pegawai hotel yang saya maksud sudah keluar. Ada-ada saja.

Hampir setengah jam saya menunggu, akhirnya orang yang dinanti datang juga. Wanita cantik dengan balutan busana hitam ala kantoran. Sedangkan saya, bloger dengan pakaian santai.

Awal perbincangan saya tak sadar bahwa si Mbak ini sendirian, ternyata ada rekannya yang berada di belakang tempat duduk kami berdua. 

Saya penasaran bagaimana menemukan blog dotsemarang? Keputusan untuk kerja sama tentu sangat penting dan yang lebih penting lagi menurut saya, apakah ada yang rekomendasikan dotsemarang?

Ternyata tidak. Si Mbak mengatakan mencarinya di mesin pencari, Google. Ia mencoba pemasaran lewat influencer, khususnya bloger. 

Saya tentu senang sekali di sini. Soalnya akhir-akhir ini banyak proposal kerja sama dalam bentuk media partner dengan dotsemarang datang atas rekomendasi. Yang membuat sedih adalah yang merekomendasikan tidak bicara bahwa dotsemarang merupakan blog, bukan media online.

PHP

Setelah berbincang cukup lama dengan beragam informasi serta tawaran, saya disuruh menunggu konfirmasi selanjutnya dari dirinya. Saya pikir ini kesempatan bagus dan saya siap menunggu kabar berikutnya.

Perusahaan penyedia layanan hotel sedang gencar mendapatkan perhatian lewat influencer. Meski awalnya feedback kurang menyenangkan untuk dotsemarang, si Mbak bisa diajak kompromi.

Dunia benar-benar tidak luas, pertemuan pertama kami di lobi hotel ini rupanya menjadi sebuah pertemuan dengan beragam cerita bahwa ia pernah bekerja dibeberapa hotel Semarang. Saya mengenal beberapa orang pemasar, dan ia juga mengenalnya.

Kami mengakhiri obrolan tanpa makan siang. Biarlah, saya yakin si Mbak ini baik dan sedang bekerja keras. Saya sebagai pihak yang diajak kerja sama, hanya perlu mendengarkan penawarannya saja.

Satu minggu terlewati, komunikasi intens yang biasanya lewat pesan aplikasi tidak terdengar kabarnya. Bahkan lewat 1 bulan, tawaran kerja sama yang awalnya begitu getol ditawarkan benar-benar tanpa kabar.

Saya tak berpikir untuk menghubungi si Mbak ini karena awal komunikasi, dialah yang memulai. Bila saya bertanya kabar selanjutnya, saya seperti seorang peminta. 

Dan sepertinya si Mbak sudah tidak ada niat untuk melanjutkan komunikasi setelah pertemuan. Meski saya berharap banyak pada waktu itu, bahkan mencarikan solusi untuknya, sekarang saya sudah pasrah.

Ya, saya kena PHP (Pemberi Harapan Palsu).

...

Berharap semisal tidak jadi kerja sama, si Mbak setidaknya mengabarin saya dengan cara mengatakan. Sayangnya komunikasi benar-benar berhenti. Entah apa yang terjadi, saya tidak tahu.

Saya seharusnya memiliki inisiatif untuk bertanya kabarnya, tapi sekali lagi, itu bukan diri saya karena saya tidak dalam posisi tawar atau menawarkan diri, maksudnya dotsemarang kepadanya. Dialah yang menawarkan proposal kerja sama.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya