Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Twitter yang Semakin Drama


[Artikel 8#, kategori Twitter] Saya pikir wajar ketika algoritma Twitter berubah, pengguna mendapatkan sesuatu yang berbeda. Twitter lebih menarik, khususnya buat pesaing mereka (medsos). Dan tujuan besarnya tentu menarik sebanyak mungkin pengguna baru agar hijrah ke platform burung biru ini.

Saya adalah pengguna Twitter sejak 2009. Dalam perjalanan waktu, saya melihat berbagai hal hingga sekarang. Namun tak mengira tahun ini, Twitter semakin ramai. Sayangnya keramaian itu semakin ngedrama.

Pengguna semakin menampilkan sisi pribadinya yang sebenarnya tak perlu diberitahukan. Supaya apa? Viral? Pengguna lain menaruh hormat, peduli atau hanya akal-akalan saja untuk memuaskan keegoisan kita yang merasa kesepian?

Entahlah, silahkan jawab sendiri. 

Baru-baru ini, saya mendengar dari seseorang yang saya temui bahwa Twitter memang untuk bersenang-senang dan tak perlu serius.

Dalam batin saya, apakah dia baru mengenal Twitter? Padahal dulu Twitter hadir dengan cirinya yang sangat cepat. Mengabarkan berita atau informasi mengalahkan media manapun, khususnya media mainstream. Contoh kebakaran, apakah ini buat bersenang-senang.

Personal branding menahan saya

Saya memaklumi pergeseran ini dan hanya sedikit tertarik tentang drama di Twitter. Orang-orang menjadi benar, dan sebaliknya. Ya, tidak ada yang bisa menahan selama Twitter mendapatkan keuntungan.

Saat saya berpikir bahwa beberapa orang yang saya kenal aktif di Twitter datang dari kalangan bloger tidak mungkin akan ngedrama, ternyata malah sebaliknya.

Memaklumi mereka sekarang ini seakan wajar. Tapi bagaimana mereka banyak membuang waktu hanya bermain Twitter untuk ngedrama. Bila sebaliknya dilakukan lebih produktif, Twitter tentu menjadi kekuatan.

Pada akhirnya, saya menahan diri untuk tidak ngedrama seperti yang lain. Ya, personal branding yang saya yakini dari awal hingga sekarang mampu membuat saya tidak terjerumus.

Memanfaatkan Twitter pada tempatnya dan bukan membukakan diri di tengah lapangan (followers) layaknya MC pada sebuah acara.

Branding juga tak menyelamatkan

Dikenal sebagai sesuatu di era sekarang sangat penting. Itu adalah inti dari bagaimana kesuksesan personal branding yang ingin dicapai.

Namun tidak semua orang-orang yang menciptakan branding dirinya mampu mengubahnya. Personal branding diciptakan oleh manusianya, maka sifatnya inilah yang akhirnya keluar.

Berbeda dengan branding produk yang diciptakan oleh manusia. Sifatnya ditentukan manusia, mau dibuat buruk atau baik, produk tetaplah hanya produk.

...

Saya pernah mengangkat konten personal branding pada tantangan Liga Bloger Indonesia. Saya pikir itu dapat membuat penulisnya memahami betapa pentingnya melihat dirinya dikeramaian (media sosial).

Saya tidak dapat menahan bendungan atau evolusi pengguna sekarang ini dan entah, tahun 2020 akan jadi seperti apa lagi pengguna Twitter? 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh