Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Mio Menghilang

[Artikel 2#, kategori kenangan] Entah apa yang dipikirkan seseorang yang tanpa sadar melakukan sesuatu hal yang tidak bisa dinalar. Seakan baik-baik saja dan tanpa dosa. Saya menangis karenanya dan kembali mengutuk diri sendiri betapa sulitnya mempercayai seseorang. Sepertinya saya tidak pernah berubah sejak tinggal di Ibu Kota ini.

Saya tidak meyangka kekhawatiran saya terjadi. Saya tahu keadaannya memang sudah diwanti-wanti untuk segera menjual motor kesayangan yang sudah saya miliki awal datang ke Kota Semarang, Mio.

Namun bukan begitu caranya. Mio saya menghilang tanpa ada pemberitahuan kepada saya sebagai pemiliknya. Parahnya, itu diberikan begitu saja kepada orang lain.

Kenangan, perjuangan dan sejarah panjang

Saya ingin marah sejadi-jadinya dengan apa yang dilakukannya. Namun rasanya percuma dan mio yang sudah tidak akan bisa kembali pulang. Semisal kembali pun, apa yang harus saya lakukan karena kondisinya tidak bisa digunakan.

Saya berperang dengan akal sehat sendiri. Satu sisi memaksa diri saya menerima dan diam. Lalu, merenungkan bahwa sebaik apapun manusia, pasti akan melakukan sebuah kesalahan. Sayangnya kesalahan kali ini begitu fatal menurut saya.

Sisi lainnya dalam diri saya menarik kenangan tentang bagaimana saya berjuang bersama mio kesayangan. Teman terbaik dalam perjalanan awal-awal berkuliah di Kota Semarang.

Banyak ikatan yang saya dapatkan dari setiap rodanya yang berputar. Pertemanan, hubungan asmara, silaturahmi hingga mengelilingi Jawa Tengah.

Saya dibanting dengan kenyataan bahwa semua itu tidak penting di mata seseorang. Apalagi bagian dari pemilik rumah. Saya sangat sedih dan menderita, tapi tidak bisa berkata-kata.

Saya benci orang baik dan perempuan

Saya bingung dengan apa yang saya lakukan ketika menerima kebaikan selalu dengan tangan terbuka menyambutnya. Saya pikir malaikat itu ada dan wanita itu seperti bidadari.

Nyatanya, sekali lagi saya dipertemukan dengan kenyataan bahwa saya kembali tersakiti tanpa saya melakukan sesuatu yang buruk.

Mio yang mendadak hilang terasa menyakitkan. Saya akan ingat ini sampai seumur hidup. Memang kendaraan ini dibelikan pemilik rumah, tapi tetap saja ini milik saya. Kamu harus berbicara saya jika ingin memberikan ke orang lain, bukan ke pemilik rumah.

...

Terkadang tidak melakukan apa-apa, malah datang masalah. Dan selalu datang dari perempuan. Seakan takdir saya begitu rumit dan kotoran yang perlu dibuang dengan sumpit.

Andai saya segera menjual mio itu, mungkin uang penjualannya bisa saya gunakan untuk membayar hutang. Sekarang, saya tidak dapat apa-apa. Kenangan saya dibuang, sejarah panjang saya digadai dan uang untuk membayar hutang tidak dapat sama sekali.

Begitu buruknya nasib saya bila berhubungan dengan perempuan yang saya pikir mereka adalah orang baik. Entahlah, mengapa ini bisa terjadi?

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun