Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Futsal Perdana di Bulan Februari 2025

[Artikel 163#, kategori futsal] Segalanya baik-baik saja awalnya, namun saat pulang, hujan terus mengguyur sekujur tubuh. Tidak menyangka kembali merasakan pulang kehujanan sehabis futsal, hampir jam 11 malam pula. Adeh.

Selasa malam (4/2), lapangan terasa penuh sesak karena orang-orang yang datang sangat banyak. Ada 4 tim dan beberapa orang yang lain juga. Itu pemandangan yang membahagiakan tentunya.

Tapi sulit juga diprediksi, mengingat ini awal bulan. Semangat orang-orang sangat kental, ditambah juga hari Selasa sebelumnya jadwal main diliburkan karena ada momen tahun baru Imlek. Bisa dibilang karena faktor tersebut yang membuat awal bulan ada banyak pemain yang datang.

Mendadak mood buruk

Setelah beberapa kali bermain sebagai kiper, saya ingin mengambil posisi lain usai pergantian tim. Sudah ngambil rompi dan dikenakan, eh ternyata malah diminta jadi kiper lagi.

Mood saya langsung mendadak buruk. Ingin nolak, tapi saya pemain gratisan yang iurannnya dibayarin teman. Yang nyuruh kiper tadi itu adalah orangnya. Terpaksa nurutin karna tidak ada pilihan.

Hujan menemanin

Memiliki banyak tim kali ini (1 tim 6 orang) memang menyenangkan dan nafas juga masih bisa panjang. Ya, karena bergantian mainnya dan ada jeda buat beristirahat.

Saat menikmati permainan, hujan turun seketika dengan derasnya. Padahal berangkat tadi cerah-cerah saja. Ah, saya harap tidak lama hujannya.

Sayangnya harapan itu tidak terkabul. Hujan terus menemanin. Bahkan, waktu yang saya buang untuk menunggu agar hujan reda tetap tak memberi dispensasi.

Ya, usai futsal pukul 9 malam, saya ngobrol sejenak dengan teman yang ikut bermain usai menghubungi dari DM Twitter. Teman ini tertarik ikut bergabung karena seringnya unggahan saya di X.

Sudah pukul 10 lebih, hujan masih terdengar di atap lapangan. Tapi, kami harus segera pulang. Mau tidak mau, apalagi saya bersepeda tiap datang ke lapangan futsal.

Membayangkan pukul 10 malam lebih, seorang pria berumur 38 tahun sendirian mengengkol sepeda melewati jembatan sambil ditemanin hujan dan angin yang kali ini agak kencang dari biasanya. Dingin, tentu saja. Saya harap tidak membuat badan saya sakit karena turunnya sistem imun di tubuh.

Alhamdulillah, saya sampai di rumah dan saya baik-baik saja.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya