Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Traktiran Kecil untuk Cerita Lokal Semarang

[Artikel 171#, kategori dotsemarang] Menjadi blogger di Semarang selama belasan tahun adalah perjuangan penuh passion, tapi juga penuh ketidakpastian. Blogging buatku bukan cuma nulis—ini soal berbagi cerita lokal, dari aroma pecel di warung sampai hiruk-pikuk Kota Lama. 

Tapi, di tengah gempuran konten cepat dan persaingan digital, saya sering ngerasa sendirian. “Pindah haluan aja,” kata orang-orang. Tapi bagiku, blogging adalah identitas, dan saya nggak mau menyerah.

Pernah ada pembaca yang bilang, “Blogmu bikin aku kangen Pasar Semawis waktu kecil.” Komentar kecil kayak gitu yang bikin saya yakin, cerita lokal di dotsemarang punya arti. 

Tapi, bertahan itu nggak gampang. Jalan-jalan buat riset konten, beli kuota internet, sampai begadang sambil ngopi—semua butuh tenaga dan biaya. Kadang saya mikir, “Apa ini masih worth it?”

Makanya, setelah ngobrol sama AI (yep, teknologi kadang kasih ide cemerlang!), saya buka donasi lewat Trakteer di blogku, dotsemarang

Kunjungi dotsemarang di Trakteer di sini

Trakteer ini kayak traktiran temen: cuma Rp10.000—seharga es teh di warung—udah bisa bantu saya riset cerita lokal, bayar kuota, atau tetep nulis tentang Semarang yang kita cinta. Sekarang, di akhir artikel blogku, ada kotak kecil merah bertuliskan Trakteer. Itu tempat kamu bisa “traktir” saya.

Saya tahu, donasi bukan hal gampang di masa kayak gini. Tapi sekecil apapun dukunganmu, itu bikin saya semangat lanjutin cerita-cerita lokal yang mungkin bikin kamu tersenyum atau kangen Semarang. 

Jadi, kalau suka apa yang saya tulis, traktir yuk, biar api blogging ini tetep nyala!

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat