Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s...

Di Balik Layar: Cerita Silaturahmi di Bale Kompi

[Artikel 34#, kategori Dibalik Layar] Saya selalu kagum sama tim pemasaran bisnis lokal, apalagi tempat ngopi atau makan yang jeli memperhatikan keberadaan mereka di dunia maya. Ketika ada konten yang menyebut nama mereka, mereka nggak cuma diam—malah mengundang kreatornya kalau dirasa potensial. Itu bentuk apresiasi yang menurutku luar biasa, apalagi buat bisnis yang nggak “nyuruh” bikin konten dari awal.

Awal Mei lalu, DM Instagramku kedatangan pesan dari akun yang asing tapi familiar: Bale Kompi, kedai kopi baru di Jolotundo, Semarang. Mereka ngundang saya buat mampir, katanya sebagai terima kasih karena saya pernah nulis soal mereka di media sosial. Senang? Jelas! Saya langsung balas, sepakati hari, dan siap-siap buat silaturahmi.

Hari yang ditunggu tiba. Matahari sudah tenggelam, suasana Semarang mulai adem. Beruntung, Bale Kompi cuma sepelemparan batu dari rumah—cukup naik sepeda, nggak perlu mikirin ongkos. Kalau lokasinya di Semarang Atas atau jauh dari Simpang Lima, mungkin saya bakal mikir dua kali, apalagi dompet lagi seret, haha.

Sampai di Bale Kompi, aroma kopi langsung menyapa. Tempatnya cozy, dengan lampu hangat dan sofa empuk yang bikin betah. Tapi, ternyata nggak ada koordinasi antara admin yang ngundang dan pegawai di lokasi. Jadi, saya harus konfirmasi ulang maksud kedatangan. Nggak apa, saya bukan tamu VIP yang perlu sambutan karpet merah. Cukup duduk manis sambil nikmatin suasana.

Setelah dikonfirmasi, saya diajak ngobrol sama salah satu barista, sebut saja Mas Fiki, yang juga penanggung jawab. Nggak lama, datang lagi seseorang yang lebih senior—mungkin owner atau manajer. Mereka bilang terima kasih atas postingan saya, meski saya sendiri merasa konten itu biasa aja. Tanpa sadar, obrolan kami mengalir panjang, dari soal kopi sampai visi mereka bikin Bale Kompi jadi tempat nongkrong favorit anak muda.

Apresiasi yang Menyentuh

Yang bikin saya takjub adalah ketulusan mereka. Bukan cuma traktiran segelas kopi (yang rasanya juara, by the way), tapi cara mereka menghargai usaha kecil saya sebagai blogger. Mereka cerita soal perjuangan merintis bisnis di tengah persaingan ketat, dan bagaimana mereka selalu “nyari” peluang, termasuk dari postingan sederhana kayak punya saya. Itu bikin saya merasa apa yang saya lakukan di dotsemarang—menjadi jembatan buat cerita lokal—ada artinya.

Di era informasi yang super cepat ini, membangun bisnis mungkin terdengar gampang, tapi mempertahankannya? Jauh lebih sulit. Bale Kompi membuktikan bahwa melihat peluang sekecil apa pun, seperti postingan blogger kecil, bisa jadi langkah besar. Saya pulang dengan hati hangat, bukan cuma karena kopinya, tapi karena semangat mereka yang menular.

Sekilas Catatan

Sambil nulis ini, saya kepikiran fenomena menarik di salah satu platform media sosial. Banyak kreator dan pelaku bisnis kecil saling “menawarkan diri” di sana, membuka peluang kolaborasi yang seru. Kapan-kapan, saya ingin bahas ini lebih dalam. Buat sekarang, terima kasih Bale Kompi atas silaturahminya. Semoga tetap jadi rumah kedua buat anak muda Semarang!

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh

Berkenalan dengan Istilah Cinephile