Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Futsal Perdana Juli 2025: Intens Banget, Sampai Sepatu Jebol! Waktunya Sol Baru?

[Artikel 172#, kategori futsal] Malam Selasa kemarin, (1/7), futsal perdana bulan Juli bener-bener bikin jantungan. Intens, seru, tapi juga bikin dompet merintih—sepatu jebol! Beberapa wajah baru muncul di lapangan, bawa angin segar sekaligus petaka buat gawang yang dijaga. 

Anak-anak ini mainnya penuh percaya diri, gocek sana-sini, umpan-umpan cantik, kayak penutup opening ceremony Olimpiade. Tapi, ya Tuhan, begitu bola lepas dari kaki mereka, gawangku jadi sasaran empuk lawan. Saya berdiri sendirian di belakang, cuma bisa pasrah lihat bola nancep berkali-kali.

Awalnya, saya begitu optimis. Permainan mereka beda level, serius. Gerakan lincah, passing akurat, kayak lagi nari di tengah lapangan dengan penonton yang histeris. Ini dia, pikirku, futsal Juli bakal diawali dengan showtime! 

Tapi, mimpi indah cuma bertahan sebentar. Lawan yang kami hadapi bukan kaleng-kaleng. Gawang mereka sih kena gebuk habis-habisan, tapi begitu bola direbut, anak-anak baru ini lupa pulang buat bantu bertahan.  Sekali-dua, aku masih bisa selamatkan gawang. Tapi kalau bola terus-terusan lolos, ya ambyar! Kiper mana yang tahan?

Sepatu Jebol, Jempol Lecet

Di tengah hiruk-pikuk pergantian tim, saya baru sadar: sepatu futsal udah menganga di bagian sol. Bukan cuma sobek biasa, tapi bener-bener bolong! Biasanya sih cuma lelet dikit karena lemnya aus, tapi kali ini parah. 

Saya tahu penyebabnya—permainan super intens tadi. Saya harus bolak-balik lari nutup lubang pertahanan tim yang main individu ciamik tapi kerja sama nol besar. Akhirnya, sepatu menyerah.

Dengan berat hati, saya lepas sepatu dan main tanpa alas. Semangat sih masih membara, tapi apa daya, kaki jadi korban. Jempolku lecet kena sepatu lawan. Rasanya? Perih campur kesel. Tapi, ya sudahlah, demi futsal, beresiko sedikit gapapa, kan?

Pelajaran dari Anak Muda Berbakat

Saya suka sih sama pemain-pemain berbakat kayak mereka. Anak-anak kuliahan ini punya skill mengolah si kulit bundar yang bikin iri. Tapi, sayangnya, ego mereka masih lebih besar dari kerja sama tim. Mereka jago pamer skill—gocekan apik, dribel-dribel keren—tapi lupa tanggung jawab saat bola lepas. Akibatnya? Gawang yang kena getahnya.

Semoga ini jadi pelajaran buat mereka. Main futsal itu bukan cuma soal pamer skill, tapi juga soal efektivitas. Kerja sama tim jauh lebih penting daripada show-off tiap detik. 

Saya yakin, kalau mereka bisa imbangin bakat dengan kedisiplinan, bakal jadi tim yang susah dilupain di lapangan. Oh iya, sepatu jebol ini kayaknya udah minta pensiun. Waktunya cari sol baru—atau beli sepatu baru sekalian? 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Pulang Pergi ke Hotel The Wujil Resort & Conventions

Halo, Juli 2025: Titik Nol dan Harapan Baru