Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Main Futsal Sampai Berdarah-darah

[Artikel 169#, kategori futsal] Judulnya keren, seperti film ganster aja. Tapi soal berdarah, itu memang benar. Saya terpaksa keluar lapangan lebih cepat setelah lutut saya keluar banyak darah. Argh...saya sampai kesal sendiri karna menganggu kenikmatan bermain.

Selasa perdana di bulan April yang jatuh pada tanggal 8 kemarin menjadi cerita tersendiri yang pasti dikenang sepanjang masa. Ya, ini jarang terjadi dalam karir saya semenjak menekuni hobi bermain futsal dalam 8 tahun terakhir semenjak sudah tidak bermain sepak bola.

Ironi sebenarnya. Darah yang berceceran dari lutut ini bukan dari permainan yang sedang saya mainkan saat itu. Melainkan cedera dari bermain mini soccer beberapa hari sebelumnya.

Itu terjadi saat mencoba lapangan sepak bola di POJ City di akhir pekan (5/4). Cedera tersebut didapat setelah badan saya dihadang pemain lawan yang dilakukan seolah dengan cara membanting. 

Karena lapangan sepak bola tersebut menggunakan rumput sintetis yang lebih bagus sehingga ukuran rumputnya panjang-panjang ternyata berdampak pada lutut. Goresan seperti berbentuk lubang besar terlihat dengan warna merah yang begitu merinding jika dilihat.

Nah, luka tersebutlah yang dalam beberapa hari sudah mulai mengering rupanya terkena dampak. Keadaannya memang salah saya karena tidak melindungi luka tersebut selama bermain. 

Sehingga memang rawan apabila terkena benturan, entah itu kaki lawan atau bola yang mendadak tertendang. Dan itulah sebabnya, untuk alasan nomor 2 yaitu kena bola, luka yang sudah mengering di lutut saya kembali berdarah.

Bola sepakan lawan yang ditendang super keras tersebut langsung mengelupas semua kulit kering pada lutut. Seperti adegan film, darah segar langsung mengucur ke sela-sela kaos kaki. 

Perih? Jangan tanya. Saya langsung minta diganti dan keluar lapangan. Untunglah Selasa malam ini ada banyak stok kiper.  Keinginan bermain karena waktu yang masih panjang terpaksa diredam dulu. Biarkan saja dan mari menenangkan keadaan di lutut kaki.

...

Ini adalah pengalaman pertama kali bermain futsal sampai berdarah-darah. Masalahnya adalah saya bermain sebagai kiper dan lutut itu penting sekali karena kudu berjibaku.

Tapi, meski ditawarin main kemarin bukan sebagai kiper juga tetap tidak saya lakuin. Perasaan sudah nggak enak, khawatir tambah parah.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat