Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

😩 Menguji Konsistensi: Ketika Rencana Berhadapan dengan Realita

Konsistensi—sebuah kata sakti yang belakangan ini terasa begitu jauh. Terutama, dalam urusan aktivitas posting blog yang menjadi salah satu prioritas saya. Belakangan ini, konsistensi tersebut terasa sedikit terganggu.

Gangguan ini bukan hanya disebabkan oleh faktor internal, seperti kebosanan atau burnout yang datang tiba-tiba. Justru, faktor eksternal turut serta memberikan tekanan. Jujur, terkadang rasanya ingin berteriak meluapkan kekesalan, namun saya memilih untuk menahan diri dan bersabar.

Dulu, konsistensi adalah hal yang selalu saya agung-agungkan. Kini, ia seolah berbalik, membisikkan, "Sudah, dibawa santai saja."

🧺 Ritual Akhir Pekan yang Tersendat

Ada satu isu konsistensi spesifik yang saya alami, dan ini sama sekali bukan karena diri sendiri: jadwal mencuci pakaian.

Biasanya, saya memiliki ritual tetap: mengumpulkan semua pakaian kotor, dan menjadwalkan aktivitas mencuci tepat di akhir pekan. Tujuannya jelas, agar semua terkumpul dan waktu kerja optimal.

Setelah sekian lama berjalan lancar, tidak disangka kebiasaan ini mulai tersendat. Mengingat status saya ikut numpang dan tinggal bersama keluarga pemilik rumah, tentu saya harus maklum dan beradaptasi dengan keadaan mereka.

🤯 Bukan Sekadar Ketidaksengajaan

Namun, jika gangguan ini terjadi sampai lebih dari dua kali dan mengacaukan konsistensi aktivitas mingguan saya, rasanya ini bukan lagi sekadar ketidaksengajaan.

Saya sudah berupaya keras untuk beradaptasi, mulai dari:

  • Memindahkan total waktu aktivitas mencuci.

  • Memajukan jadwal cuci dari biasanya, bahkan ketika pakaian dalam sudah menipis.

Kini, gangguan tersebut terjadi lagi. Ini adalah kali ketiga rutinitas saya terganggu dengan pola yang serupa. Saya harus menerima bahwa inilah realita yang terjadi saat ini.

💡 Pengingat Bahwa Halangan Itu Nyata

Saya menuliskan ini sebagai pengingat di masa depan. Bahwa, meskipun kita sudah berjuang keras membangun konsistensi yang kokoh, akan selalu ada halangan yang tidak kita kehendaki, dan halangan tersebut tidak melulu berasal dari diri sendiri, melainkan dari pihak lain.

Mungkin saat ini yang terbaik adalah menjadi lebih sabar, menerima sebab-akibat, dan berusaha menikmatinya.

Pesan untuk Diri Sendiri: Mari berikan semangat agar saya bisa menjadi orang yang lebih sabar, berdamai dengan gangguan eksternal, dan tetap menjaga semangat menulis!

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh