Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

[TikTok] Menggiring Positif, Malah Jadinya Kembali Negatif


[Artikel #21, kategori Media Sosial] Semenjak terinspirasi dengan pemasaran, saya menjadikan saluran media sosial sebagai alat untuk menarik perhatian. Tidak terkecuali TikTok yang punya ladang pemirsa dengan segmen umur 14-22 tahun. Mereka adalah generasi Z.

Beberapa kali saya bicara dengan orang-orang pemasaran, seperti hotel. Kesan negatif yang terekam dalam pikiran mereka memang sudah tertanam jauh saat aplikasi ini hadir awal-awal.

Saya berusaha keras untuk meyakinkan mereka meski akhirnya ditolak mentah-mentah. Orang-orang pemasar memang butuh banyak informasi agar mereka mengerti keadaannya yang dulu dan sekarang sudah berbeda.

Bermaksud menggiring lebih baik

Januari 2020, TikTok mendadak buming kembali. Orang-orang banyak membicarakannya dan akhirnya memutuskan membuat. 

Saya adalah orang yang cukup senang dengan melihat pertumbuhan ini disekitar. Apalagi jumlah pengguna TikTok yang terus mengerjar Facebook dan memepet Istagram. Cukup bagus untuk memasarkan merek di sana, bukan?

Namun yang terjadi tidak seperti yang saya bayangkan bahwa orang-orang akan memanfaatkan TikTok untuk membuat konten kreatif, namun malah untuk bersenang-senang. Ya, mereka kembali ke jaman TikTok yang dulu mereka tidak sukai. Over selfie.

Di luar sana (Indonesia), TikTok adalah tempat para pembuat konten kreatif. Mereka diakui bukan hanya dari centang biru (verifikasi), tapi embel-embel yang tertempel di bionya sebagai pembuat konten.

Saya menyukai konten yang berhubungan dengan memasak, behind the scene, melukis, pemandangan, fotografer, mainan dan lainnya.

Sayang semua harapan itu kandas saat orang-orang yang mencoba terjun ke TikTok yang saya anggap sebagai pembuat konten semacam bloger malah menciptakan konten seperti terlalu berlebihan. 

Sejak awal tahun 2020, saya sudah menggarap proyek yang melibatkan TikTok ke dalam blog dotsemarang. Saya memberitahukan tentang para pecipta konten dan bagaimana mereka membuatnya.
Kesan negatif atau kurang mendapatkan kekuatan di TikTok ingin saya hancurkan. Apakah saya dibayar untuk menggiring ini? Tidak, tidak.

Sekali lagi, ini tentang pemasaran merek. Para pembuat konten, orang-orang kreatif dan orang-orang yang mengerti apa arti konten sebenarnya.

...

Saya tahu tidak dapat memaksakan kehendak pikiran saya kepada setiap orang. Kesenangan yang baru mereka jumpai memang membuat mereka terus melakukannya. Tidak peduli itu membuat merek pribadinya buruk atau sisi lain yang ingin sengaja diperlihatkan.

Semoga saja saya tidak menyerah untuk berbuat baik dan menceritakan sesuatu hal yang lebih menarik dari sekedar di depan kamera.

*Follow TikTok dotsemarang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Half Girlfriend, Film India Tentang Pria yang Jatuh Cinta dan Tidak Mau Menyerah

Kembali ke Jogja: Pulang