Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

22 Kilometer


[Artikel 18#, kategori sepeda] Jumat pekan ini adalah paling terberat bermain futsal. Setelah berkunjung ke salah satu hotel untuk berdiskusi soal acara bulan Maret, saya masih menyempatkan melihat suasana jalan Depok. Total saya bersepeda hari itu adalah 22 Kilometer.

Jarang-jarang saya memperhatikan jumlah jarak bersepeda saya, meski ada aplikasi pencatat di hape saya, yakni google fit. Namun hari ini (14/2), wajah lelah saya tidak dapat dibohongi saat ditanya rekan futsal saya setelah bermain.

Saya benar-benar lelah.

Saya seperti terlalu sombong setiap ditanya dari mana bersepedanya (baca rumah). Padahal saya hanya menyukai apa yang saya lakukan dengan konsekuensi yang harus saya rasakan. Rasa lelah.

Jarak 22 km memang tak berarti bagi mereka yang terbiasa mengacu sepedanya setiap hari. Namun saya berbeda dengan mereka yang kini kadang membuat saya semakin minder. Sepeda brompton bukan saja menaikkan status pesepeda, namun juga saya tak pandai merawat sekarang ini.

Perbedaan lainnya karena alat transportasi yang saya gunakan adalah sepeda. Murni full sepeda kemana-mana. Bisa dibayangkan pindah satu tempat ke tempat lain dengan kaki yang pegel. Saya tahu tidak boleh mengeluh karena ada yang lebih mengerikan dari saya.

Semoga sehat selalu

Alhamdulillah, bermain futsal tetap berjalan lancar meski menguras nalar. Kesenangan, cinta dan bagaimana sikap adalah kekuatan yang saya lakukan untuk apa yang saya lakukan hari ini.

Lelah, sangat lelah. Capek, benar-benar capek. Risiko, saya tidak dapat membantah. Saya hanya berharap tetap selalu diberi kesehatan. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh