Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Dari Sachet ke Kopi Bubuk

[Artikel 3#, kategori kopi] Hari ini saya masih minum kopi. Semacam kebutuhan agar tetap bernyawa saat berhadapan dengan layar. Yang berbeda dulu dan sekarang adalah saya berhenti membeli kopi sachet sekali minum. Padahal dulu tergila-gila karena dianggap mewakili kaum lemah seperti saya.

Saya pikir masalahnya adalah lebih hemat ternyata. Kopi bubuk bisa diseduh berkali-kali dan lebih lama habisnya. Tentu di masa pandemi sekarang, memangkas anggaran seminim mungkin adalah pilihan.

Lalu saya terpikirkan tentang gaya ngopi saya yang sekali minum. Murah juga sebenarnya saat itu. Satu bungkus dengan isi 10 sachet hanya 6 ribuan rupiah. 

Untuk saya yang bukan penyuka kopi namun butuh sekali depan layar satu cangkir, itu benar-benar praktis. Minimal 1 hari 2 sachet. Bisa lebih kalau butuh asupan kafein. 

Kopi bubuk

Sekarang, lupakan kopi sekali minum. Saya lebih menyukai kopi bubuk. Suka di sini adalah karena durasi minumnya bisa lebih lama dan uang yang dipakai lebih sedikit.

Saya bisa menakar berapa sendok yang saya inginkan. Plus ditemani gula juga. Benar-benar hitungannya murah kalau saya pikir ketimbang beli kopi sachet sekali minum.

Hidup selalu berubah mengikuti waktu. Terkadang yang kita benar-benar sukai, belum tentu ikut bertahan. Terdengar menakutkan, tapi itulah kehidupan.

Entah, beberapa tahun lagi di masa depan. Apakah saya kembali mengubah gaya minum kopi saya, atau tetap bertahan? 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat