Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Dari Sachet ke Kopi Bubuk

[Artikel 3#, kategori kopi] Hari ini saya masih minum kopi. Semacam kebutuhan agar tetap bernyawa saat berhadapan dengan layar. Yang berbeda dulu dan sekarang adalah saya berhenti membeli kopi sachet sekali minum. Padahal dulu tergila-gila karena dianggap mewakili kaum lemah seperti saya.

Saya pikir masalahnya adalah lebih hemat ternyata. Kopi bubuk bisa diseduh berkali-kali dan lebih lama habisnya. Tentu di masa pandemi sekarang, memangkas anggaran seminim mungkin adalah pilihan.

Lalu saya terpikirkan tentang gaya ngopi saya yang sekali minum. Murah juga sebenarnya saat itu. Satu bungkus dengan isi 10 sachet hanya 6 ribuan rupiah. 

Untuk saya yang bukan penyuka kopi namun butuh sekali depan layar satu cangkir, itu benar-benar praktis. Minimal 1 hari 2 sachet. Bisa lebih kalau butuh asupan kafein. 

Kopi bubuk

Sekarang, lupakan kopi sekali minum. Saya lebih menyukai kopi bubuk. Suka di sini adalah karena durasi minumnya bisa lebih lama dan uang yang dipakai lebih sedikit.

Saya bisa menakar berapa sendok yang saya inginkan. Plus ditemani gula juga. Benar-benar hitungannya murah kalau saya pikir ketimbang beli kopi sachet sekali minum.

Hidup selalu berubah mengikuti waktu. Terkadang yang kita benar-benar sukai, belum tentu ikut bertahan. Terdengar menakutkan, tapi itulah kehidupan.

Entah, beberapa tahun lagi di masa depan. Apakah saya kembali mengubah gaya minum kopi saya, atau tetap bertahan? 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Kembali ke Jogja: Pulang

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift