Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Dari Sachet ke Kopi Bubuk

[Artikel 3#, kategori kopi] Hari ini saya masih minum kopi. Semacam kebutuhan agar tetap bernyawa saat berhadapan dengan layar. Yang berbeda dulu dan sekarang adalah saya berhenti membeli kopi sachet sekali minum. Padahal dulu tergila-gila karena dianggap mewakili kaum lemah seperti saya.

Saya pikir masalahnya adalah lebih hemat ternyata. Kopi bubuk bisa diseduh berkali-kali dan lebih lama habisnya. Tentu di masa pandemi sekarang, memangkas anggaran seminim mungkin adalah pilihan.

Lalu saya terpikirkan tentang gaya ngopi saya yang sekali minum. Murah juga sebenarnya saat itu. Satu bungkus dengan isi 10 sachet hanya 6 ribuan rupiah. 

Untuk saya yang bukan penyuka kopi namun butuh sekali depan layar satu cangkir, itu benar-benar praktis. Minimal 1 hari 2 sachet. Bisa lebih kalau butuh asupan kafein. 

Kopi bubuk

Sekarang, lupakan kopi sekali minum. Saya lebih menyukai kopi bubuk. Suka di sini adalah karena durasi minumnya bisa lebih lama dan uang yang dipakai lebih sedikit.

Saya bisa menakar berapa sendok yang saya inginkan. Plus ditemani gula juga. Benar-benar hitungannya murah kalau saya pikir ketimbang beli kopi sachet sekali minum.

Hidup selalu berubah mengikuti waktu. Terkadang yang kita benar-benar sukai, belum tentu ikut bertahan. Terdengar menakutkan, tapi itulah kehidupan.

Entah, beberapa tahun lagi di masa depan. Apakah saya kembali mengubah gaya minum kopi saya, atau tetap bertahan? 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh