Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Tetangga Pindah

[Artikel 17#, kategori rumah] Sudah 1 tahun berlalu rupanya. Semenjak koronavirus, saya lumayan dekat dengan tetangga yang rumahnya pindah hari ini. Terutama si Abah (kakek). Beliau suka buah. Kebenaran pohon buah di rumah seperti kelengkeng dan jambu, selalu berbuah.

Si Abah yang juga berasal dari Samarinda ini senang bercerita. Tiap pagi atau sore saat sedang beraktivitas membersihkan taman, beliau pasti datang menghampiri. Pembicaraan kami lebih banyak tentang pandemi, maklum awal-awal koronavirus menghampiri, beliau tidak bisa balik sementara waktu.

Tanpa terasa, rumah yang ramai keluarga mereka di sebelah ini sekarang sudah sepi. Beberapa barang masih ditinggal, mungkin pelan-pelan diangkutnya. Anak si Abah dan menantunya memang pada bekerja semua. Si Abah dan istrinya lah yang menjaga anak-anak (cucu-cucu) mereka saat di rumah.

Mertua yang baik.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat