Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Penghalang Jalan yang Terpasang (Covid-19)

[Artikel 16#, kategori rumah] Saya terkejut ketika jalanan rumah mendadak ditutup. Ada apakah? Pesta pernikahan, atau acara? Setelah membuka pintu rumah, saya bergegas menuju dapur. Dan kabar salah satu warga sekitar terkena koronavirus mendadak membuat tubuh yang sudah lelah, bertambah menjadi lemes.

Minggu siang (23/8), saya baru saja pulang dari Ungaran. Selama satu hari satu malam saya berada di The Wujil Resort & Conventions yang kebenaran memberi kamarnya buat saya menginap. Nanti saya cerita tentang ini.

Akhirnya saya turun dari bus yang selama perjalanan membuat saya berganti 5 kali bus. Meski tubuh sudah terasa lelah, saya harus tetap semangat untuk berjalan kaki menuju rumah. Lumayan 1 kilometeran.

Pagar yang terbuka tidak biasa

Saya tidak menyangka pilihan sepatu saya hari ini (menginap) sangat salah. Terutama kaos kakinya yang selalu melorot dan membuat tumit saya terasa sakit.

Menit demi menit saya coba nikmati dalam perjalanan. Hingga akhirnya tiba dekat area perumahan, pagar besi yang hanya selama ini dibuka saat ada acara, tumben dibuka.

Senyum saya mungkin bisa menipu saat menyapa petugas security. Langkah saya terus pergi, mengabaikan petugas yang takutnya bakal sulit lepas saat berbicara.

Sesampainya di rumah, kurang dari 5 meter, saya melihat pembatas jalan. Ada apakah gerangan. Ya, ini adalah efek dari koronavirus yang membuat orang yang terkena sangat berdampak pada sekitarnya juga.

Tidak menyangka

Saya benar-benar tidak menyangka bahwa orang yang terkena adalah orang yang dikenal baik dan punya pengaruh.

Bahkan beberapa minggu sebelumnya, saya sempat ngobrol dengan beliau yang saat itu tubuhnya sangat prima.

Sepertinya aktivitas pekerjaannya yang membuatnya terkena. Mau gimana lagi sebagai seseorang yang berpengaruh di instansinya.

...

Selama ini, saya sering kali melihat penutupan jalan yang dilakukan masyarakat di perkampungan. Tidak menyangka, hari ini saya melihatnya di sini. Semoga semuanya diberi perlindungan dari Covid-19.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift

Berkenalan dengan Istilah Cinephile