Catatan
Ditinggal Bus
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
[Artikel 11#, kategori Lucu] Entah mau kesal atau menganggapnya lucu. Ini pertama kalinya kejadian saya gagal pergi mengikuti acara karena bus yang akan membawa perjalanan menuju Wonosobo meninggalkan saya tanpa aba-aba sama sekali. Saya hanya melongo seperti film adegan konyol yang bergenre komedi.
Minggu awal bulan Agustus rasanya saya memiliki momen sempurna. Dapat job yang berhubungan dengan pekerjaan sebagai pemilik blog. Artinya ada pemasukan meski itu tidak besar, setidaknya bisa beli makan kucing 1 bulan dan beli kuota internet untuk bulan September.
Atau membayangkan saya akan menikmati hidangan yang lebih layak dari hari-hari biasanya saat di rumah yang hanya nasi dan keju. Saya harus memotret makanan yang santap, pokoknya. Pikiran saya yang sudah liar karna pandemi benar-benar membuat saya membumi terus.
Perjalanan malam
Tanggal 28 Juli 2020, kabar itu datang. Mengajak saya pergi di bulan Agustus untuk meliput aktivitas yang berhubungan dengan pariwisata. Tentu saya mengiyakan, apalagi atas rekomendasi dan konten yang memang saya sukai.
Seperti perjalanan biasanya, kali ini tidak banyak pemilik blog yang dibawa. Hanya ada media dan saya yang mewakili bloger. Sungguh, saya sangat antusias karna bisa refreshing meski nantinya sibuk.
Segala persiapan sudah saya lakuin. Terutama obat mabuk yang menjadi pioritas karena perjalanan dengan bus tidaklah saya sukai. Bahkan saya mengabarkan dia dan tidak rela meninggalkan kamar yang sangat nyaman bila kami sedang terhubung. Meski akhir-akhir ini juga rasanya ia sudah malas menghubungi karena kesibukan.
Hari yang ditunggu tiba. Masalah saya masih tentang apakah membawa laptop atau tidak. Mengingat perjalanan ini hanya satu hari saja.
Saya harus berada di lokasi jam 9 malam dan dalam jadwal, bus akan berangkat 11 malam. Saya pikir ini adalah tantangan hari ini sebagai pemilik blog dotsemarang. Di mana malam hari adalah waktu saya untuk beristirahat (tidur). Tak apalah kali ini demi sebuah job.
Ditinggal bus
Saya sudah tiba di lokasi saat bus baru tiba. Orang-orang saling menyapa dan tertawa. Mungkin ini cara mereka bersilaturahmi. Tapi tak satu pun saya mengenalinya.
Memikirkan apakah bus ini yang nantinya saya naiki, kaki saya melangkah menuju kerumunan di sana (dekat bus). Saya absen dulu biar dikira sudah hadir. Perempuan berhijab, salah satu panitia, lalu mencari nama saya yang hadir sebagai media.
Aman sudah saya pikir. Karena waktu keberangkatan masih 2 jam, saya yang sangat jarang pergi malam-malam gini sedikit ribet mencari toilet. Dan akhirnya ketemu juga.
Saya duduk di dekat bus, kira-kira kurang 10 meter. Orang-orang masih berbicara, saling tegur sapa dan rasanya belum ada yang naik bus saat itu.
Nyamuk mulai menggoda, padahal celana sudah panjang dengan jaket tebal yang menyelimuti tubuh. Entah kenapa nyamuk-nyamuk masih saja dapat celah.
Akhirnya saya bertemu orang yang menghubungi saya. Saya disuruh menunggu dan kembali duduk di tempat yang dari tadi saya tempati.
Orang tadi pergi menuju sekumpulan orang-orang. Mereka sepertinya panitia. Dan rasanya mereka profesional, mengingat pekerjaan mereka adalah bagian dari perjalanan.
Menit demi menit, jam mulai berganti. Saya masih bertarung dengan nyamuk dan menyibukkan diri dengan ponsel agar berangkat. Tak ada satu pun suara yang menyuruh saya lebih baik di dalam daripada di luar (dingin dan nyamuk).
Orang-orang di sekitar saya mulai menghilang, entah kemana. Saya sendirian di tempat yang dari tadi saya pantau. Tidak ada panita yang menyamperin saya meski saya tahu bus mana yang akan saya naiki.
Ini kelewatan, orang-orang sudah sepi, saya masih di luar. Apakah mereka tidak kasian dengan saya yang masih di luar?
Beberapa orang datang dan menuju bus. Mereka rasanya bagian dari perjalanan juga. Saya kembali menatap layar ponsel saya untuk berpikir positif.
Dan tara.. bus yang ada di depan saya perlahan pergi. Lalu, bus kedua ikut ambil bagian dari belakang juga pergi. Saya tidak yakin bahwa saya ditinggalkan. Saya menunggu mereka berhenti dan memanggil saya.
Dan memang tidak berhenti. Mantabs sekali. Rencana sempurna saya berantakan, antara ingin tertawa dan kesal dibuatnya.
Saya sengaja tidak menghubungi panitia yang menghubungi saya yang tadi bertemu saya. Apakah tidak ada absen dulu sebelum benar-benar pergi bus-nya.
Saya masih menunggu di lokasi dan berharap rencana saya tetaplah utuh. Malam terus mendingin, jam sudah menunjukkan pukul 11 malam lebih. Ini gila, masih di sini seperti orang bodoh dari tadi menunggu.
Menyalahkan saya yang seharusnya naik ke bus yang sudah diberitahu. Tidak tidak, saya bukan pergi untuk bersenang-senang. Saya ini mau bekerja. Kalau sudah begini, saya tahu apa yang terjadi.
Pengalaman yang tidak terlupakan
Ini bakal jadi pengalaman yang tidak terlupakan. Berniat bekerja sambil bersenang-senang, ternyata pulang membawa kenangan bodoh. Berharap dapat pemasukan, terpaksa keluar untuk ongkos gojek yang seharusnya bisa untuk beli makan kucing 1 minggu.
Baru kali saya tertawa jadi orang bodoh. Menyalahkan, rasanya sia-sia belaka ketika sikap profesional yang saya pikirkan tidak sejalan dengan kenyataan.
Anggaplah ini takdir dari Tuhan agar saya tidak pergi. Apalagi saat pandemi sekarang. Saya mengambil hikmahnya saja bahwa saya masih sehat hingga hari ini.
Dan selamat datang penderitaan kembali dengan balutan kata sabar dan kalimat motivasi 'badai pasti berlalu'.
...
Ini tampak lucu sekali ketika pagi harinya saya dihubungi oleh orang yang mengajak saya pertama kali. Saya disuruh mengambil kaos di panitia.
Saya langsung mengatakan bahwa saya tidak jadi ikut karena saya masih di Semarang. Tadi malam, bus meninggalkan saya. Entah kenapa tidak ada satu pun yang melihat saya saat di dalam bus.
Jadi si bapak ini belum menyadari saya tidak ikut dan entahlah bagaimana mereka berkomunikasi tentang perjalanan.
*Lebih baik mentertawakan kebodohan sendiri ketimbang menyalahkan orang lain. Terima kasih buat saya hari ini.
Artikel terkait :
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar