Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Bertahan dengan 50 Ribu Rupiah


[Artikel 7#, kategori lucu] Menjelang lebaran, dompet saya hanya ada 1 lembar 50 ribu rupiah. Lucu saya kira kisah hidup saya tahun ini bila dibaca di masa depan. Antara bertahan untuk sesuap nasi atau membeli makanan kucing yang sebentar lagi habis.

Keseringan nonton drama Korea bukan bermaksud bahwa hidup saya juga penuh drama. Meski kenyataannya begitu. Terlihat kuat di luar dan rapuh di dalam.

Menjelang lebaran, tak banyak job yang saya dapatkan sebagai bloger yang fokus pada konten. Bukan adsen. Menjadi seorang yang bekerja sambilan atau freelancer, maka juga jangan berharap mendapat THR. 

Bertahan dengan 50 ribu

Saya benar-benar bingung mau diapain duit 50 ribu yang ada di dompet. Melihat persediaan makanan kucing yang sebentar lagi sudah mau habis rasanya itu lebih penting.

Makan sehari-hari bisa diakali setelah saya berhasil membeli beras dari hasil kupon sebuah supermarket yang saya pakai menggunakan voucher. Yang penting ada beras saja, itu cukup.

Hari demi hari terus berjalan, lebaran seakan tak memiliki arti. Apalagi menyantap opor ayam yang tak mungkin saya dapatkan.

Kebutuhan lain ternyata ikut berdampak. Beberapa vitamin dan aktivitas futsal bakal sulit saya atasi. Listrik di rumah yang sempat saya khwatirkan akhirnya selamat setelah dikirimin token listrik dari si tuan rumah.

Seminggu lebih setelah lebaran, duit 50 ribu saya akhirnya terpakai untuk membeli makan kucing. Sisa dari uang tersebut, lumayan untuk beli krupuk menemani hidangan utama saya. 

Ya, saya benar-benar tanpa uang di dompet. Kecuali kumpulan uang receh yang kalau dimanfaatkan sekedar untuk pompa ban sepeda sudah cukup.

...

Sebenarnya saya memiliki cukup uang tabungan dari hasil ngeblog yang jumlahnya juga nggak banyak sebagai pekerja freelancer. Hanya saja, uang tersebut saya pakai buat talangin bulanan rumah seperti air salah satunya.

Saya pikir akan dapat ganti setelah saya talangin dulu uang bulanan tersebut sebelum lebaran. Ternyata tidak. Haha.. jadi ingat ketawa di film anime dengan tawa keras namun wajah lemes.

Tulisan ini bukan untuk menampung keluhan saya agar menjadi sesuatu. Bukan. Saya menulis ini untuk dibaca di masa depan bahwa saya pernah berada di titik tidak normal sebagai bloger.

Apakah saya menyerah dengan ini? Tidak. Saya ambil hikmahnya dengan melakukan berbagai cara agar dapat terus bertahan meski tanpa uang di dompet.

Makanya saya kaget ketika ada acara yang mengundang bloger, untuk makan harus bayar. Padahal maunya dibayar, eh malah salah harapan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh