Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Jam 4 Pagi Sudah di Restoran Hotel Pullman


[Artikel 6#, kategori lucu] Ini adalah waktunya saya pulang ke Semarang. Serangkaian aktivitas selama di Jakarta, meski tak begitu lengkap, sudah saya posting sebelum postingan ini. Hari kepulangan saya malah membaca cerita lucu yang patut dikenang. Begini ceritanya.

Setelah serangkaian acara Zenfinity usai, saya langsung bergegas ke kamar untuk beristirahat. Meninggalkan teman-teman yang sebagian, mungkin ingin menghabiskan waktu bersama dengan yang lain. Jujur jam 10 malam itu, mata saya sudah 5 watt. Benar-benar ingin terlelap rasanya (di dalam lift).

Pukul 2 pagi, saya sudah terbangun. Jam biologis saya seperti sebuah alarm yang tanpa sadar membuat tubuh saya terbangun dengan sendirinya. Seperti biasa, saya mulai sibuk dengan aktivitas di depan laptop. Ngantuk sih, tapi untungnya saya sudah menyiapkan rahasia khusus saya yaitu kopi. Meski di dalam kamar ada kopi, saya malah bawa dari Semarang. Saya memang bukan pecinta kopi sejati, dan lebih suka kopi sachetan.

Telpon berdering

Kami memang sudah diberitahu bahwa kami harus meninggalkan hotel sebelum jam 7 pagi. Semua orang berpikir dan tertuju dengan alasan bahwa ini karna Jakarta macet, mungkin ini pilihan yang harus dipilih oleh kami bila tidak ingin tertinggal pesawat.

Saat sedang asyik dengan laptop, suara telpon berbunyi. Saya lupa itu jam berapa. Suara di telpon tersebut menyuruh saya untuk bersiap di restoran pukul 4 pagi. Restoran saya maksud ini tempat dimana tamu hotel buat sarapan pagi.

Rekan sekamar saya terbangun mendengar telpon yang berdering. Dan saya menjelaskan informasi apa yang diberitahukan. Dan setelah itu, kami mulai sibuk berbenah diri. Jam 3 lewat kalau nggak salah.

Orang pertama yang duduk di restoran hotel

Kami tak menyangka bahwa kami adalah orang yang sangat disiplin soal waktu. Kami menuruti info yang berasal dari telpon tadi. Namun yang terjadi adalah, kami disuruh menunggu hingga pukul 5 pagi. Makanan belum siap kalau jam 4 begini.

Nah lho, semua barang sudah kami bawa dan sambungan telpon tadi sepertinya memang menyuruh kami bersiap-siap di sini (restoran). Haha.. kami ketawa sendiri jadinya, mengingat belum ada orang lain menunggu seperti kami (saya dan teman sekamar).

Pada akhirnya yang lain mulai berdatangan dan jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Sampai sekarang bila mengingat ini, saya merasa kejadian itu sangat lucu. Mana ada hotel yang restorannya buat sarapan pagi bukan jam 4 pagi. Haha..ada-ada saja.

**gambar di atas merupakan suasana yang terjadi 

Artikel terkait :

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh