Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Halo Agustus 2020; Sebuah Penantian


[Artikel 78#, kategori catatan] Tidak terasa, saya sudah sampai di sini. Menantinya hanya tinggal hitungan minggu. Rindu serindu-rindunya, pokoknya. Beban yang selama ini dipikul bakal terasa ringan. Tidak mudah menjaga pikiran ini tetap normal, namun saya melakukannya.

Kekhawatiran pandemi yang terus meningkat di Kota Semarang benar-benar merusak tatanan yang telah dibuat jalan. Padahal, untuk membuka jalan yang masih lebat karena hutan, tidaklah mudah. 

Sekarang. Uang logam nominal 100 rupiah pun sangat berharga. Apalagi dikumpulkan menjadi satu, lalu kemudian diplester dengan isolasi bening. Setidaknya, saya bisa mengumpulkan 2 ribu rupiah yang dapat digunakan untuk pompa ban sepeda.

Sebuah penantian

Meski saya menderita dari sisi finansial, saya selalu menepuk kedua pipi saya ketika frustasi datang. Plak..plak..plak.. tidak tidak, bukan hanya saya saja yang terdampak karena covid-19. Bahkan ada yang lebih menderita lagi dari saya. Ini hanya ujian dan segera akan berlalu.

Begitu saya menyemangati hari-hari saya untuk terus optimis. Apalagi bulan Agustus sudah tiba. Ada harapan baru, lembaran baru yang belum diceritakan dan menantinya kembali dari luar negeri.

Saya tidak sabar untuk memeluknya dan mendekapnya erat agar jiwa dan raga saya yang hilang beberapa bulan bisa kembali utuh. Masa depan kami memang sudah dituliskan, tapi kami ingin menikmati waktu yang masih diberikan.

Terus berjuang

Saya mengerti orang-orang butuh tempat beraktualisasi diri. Mereka semakin tidak malu mengumbar perasaan mereka. Sedih, senang dan duka, hanya sebuah cerita yang entah disengaja atau sebaliknya.

Mengapa mereka masih mengeluh ketika mereka sebenarnya lebih baik dari saya. Apakah kenyamanan adalah alasan. Atau kiasan agar orang-orang seperti saya menyapanya?

Menjadi pria seperti saya saat ini memang harus terus berjuang. Tidak mudah menjadi dewasa yang makin hari semakin merajalela. Ya, itu pikiran dan tuntutan yang datang dalam diri. Seolah, kemana saja selama ini?

...

Halo Agustus, saya terus berdoa agar setiap harinya dapat berubah. Ketika takdir sudah ditulis, hanya kerja keras yang perlu dirilis. Bertahan, bertahan dan bertahan.

Banyak kabar baik yang siap menyambut saya di bulan kedelapan ini. Saya harap semua baik-baik saja dan sesuai harapan. Dan semoga, tidak terdampak covid-19. Saya masih punya banyak mimpi.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat