Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

[Masih] Pria Biasa


[Artikel 3#, kategori Pria 31 Tahun] Awal Agustus, ini berarti saya sudah melewati hari-hari krusial sebagai pria dewasa berumur 31 tahun. Tidak ada bedanya keseharian saya dengan umur sebelumnya, kecuali memikirkan bagaimana bekerja lebih keras lagi. 

Saya masih mencintai Pagi,
Dan saya juga masih rutin bersepeda

Rutinitas dini hari saya juga masih sama. Yang membedakan dengan tahun-tahun sebelumnya adalah angka 1 dibalik umur saya. Serius, saya tak banyak berubah. Tapi saya bersyukur, rambut saya masih tebal.

Beberapa minggu perjalanan saya diumur yang bertambah ini, saya bertemu dengan seseorang dari masa lalu. Seorang wanita cantik, tubuh ideal dan kini, ia lebih religi ketimbang beberapa tahun lalu.

Saya pikir ini kesempatan bagus untuk mengucapkan apa kabar. Karena orangnya memang ramah, komunikasi kami sangat lancar. Hanya saja saat disinggung soal masa depan, perempuan kenalan saya ini yang masih single sudah punya impian sendiri seperti apa pria pendampingnya. 

Ah..sepertinya saya bukan pria impiannya. Kadang saya berpikir aneh, memikirkan orang lain tentang mimpi dan tak ingin merusaknya. Perempuan baik dan penuh semangat seperti dia, sebaiknya memang, memiliki pendamping yang kurang lebih sama dengan dia. Saya memilih mundur dan cuma bertahan beberapa hari berkomunikasi dengannya. 

Saya kembali menjadi pria pengecut untuk berkorban mendapatkan wanita hebat. Saya seolah terbelenggu bagaimana membangun reputasi saya tentang kebahagiaan yang harus diraih. Bagaimana saya bisa mengejarnya kalau saya tak punya senjata.

Bulan Agustus, saya harus melupakannya dan kembali mencari wanita lain yang mungkin ada di suatu tempat. Wanita yang tak membuat saya berpikir keras tentang masa depan dan impiannya dan mau menemani saya. Itu sulit, hanya saja saya sedang berusaha mencobanya.

Bukan berarti tidak memberi kesempatan pada wanita yang lain. Tapi begitulah watak Cancer, melihat bunga selalu yang indah-indah dan menyenangkan.

Ketika melihat teman saya yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, saya berpikir sejenak. Andai saya ada diposisi mereka, apakah saya akan tetap menulis perjalanan hidup saya.

Secangkir kopi sepertinya cocok menemani tiap waktu untuk aktivitas saya tersebut. Dan sebuah rahasia di bulan Juli kemarin adalah kopi sachet yang saya beli sekarang harganya lebih murah dari harga biasanya. Lumayan menghemat pengeluaran.

Selamat datang Agustus,
Ini adalah postingan tentang pria 31 tahun.

*Foto di atas hanya sebagai ilustrasi

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya