Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Pertama Kali Mengunjungi ADA Setiabudi Semarang


[Artikel 23#, kategori Semarang] Saya tidak menyangka lamanya tinggal di Semarang, baru kali ini berkunjung ke ADA Setiabudi yang merupakan salah satu Swalayan yang ada di Semarang dengan banyak cabang. Ada beberapa faktor sebenarnya, mengapa saya baru menginjakkan kaki di sana.

Akhir pekan kemarin, saya punya kesempatan untuk melihat isi dalam swalayan yang berada di daerah Semarang atas ini. Kebenaran ini berhubungan dengan dotsemarang yang mendapat pekerjaan sebagai buzzer untuk sebuah event. Tak perlu saya ceritakan jika kamu mengikuti media sosial dotsemarang .

Dalam perjalanan dengan bis Trans dari halte Simpang Lima, saya sedikit cemas. Nunggu bis arah Semarang atas lumayan memakan waktu. Saya berharap tidak terlambat, karena waktu tiba di sana harus maksimal jam 2 siang. Sedangkan jam di Smartphone saya sudah menunjukkan jam 1.30 siang.

Akhirnya saya tiba, meski sedikit terlambat. Beberapa rekan bloger sudah berada di lokasi acara dan bahkan ada yang sudah pulang. Apa yang terjadi? Ya begitulah pekerjaan buzzer yang jadwalnya sudah diatur oleh pihak penyelenggara.

3 Lantai 

ADA Setiabudi punya 3 lantai dengan tangga eskalator sebagai penghubung tiap lantai. Bisa dikatakan, konsep bangunannya sebenarnya sudah bisa disebut mal. Tapi branding kuatnya sebagai swalayan dari awal membuat ADA dengan cabang lainnya yang ada di Semarang lebih mudah dihapal.

Saat sudah penuh semangat bekerja, saya lupa makan siang apalagi naik bis tadi banyak goncangan yang membuat tubuh terasa sedikit mual. Hampir saja saya tumbang. Untunglah setelah minum obat dan makan siang di food court lantai 3, perlahan tubuh saya normal kembali. Kecerobohan yang tak perlu diulang tiap naik kendaraan umum sebenarnya tak perlu terjadi lagi seperti ini.


Saya tidak banyak mengeksplore area-area lain. Lantai 3 yang tadi saya datangi, selain ada food court, di sana ada juga wahana permainan yang lumayan komplit. Tempat saya beli obat tadi ada di lantai bawah atau lantai utama. 

Akhirnya setelah dirasa pekerjaan saya dirasa cukup, saya bergegas pulang dengan kembali menaiki bis Trans Semarang. Wah kali ini lebih berasa waktunya, jalanan arah turunan Gombel sangat macet. Efek dari belum selesainya jembatan layang yang sedang dikerjakan.

..

Begitulah kunjungan saya hari Sabtu siang (5/8) kemarin. Tidak banyak yang bisa saya beritahu tentang kunjungan pertama saya ke ADA Setiabudi. Meski begitu, saya selalu antusias menyambut hal-hal yang berbau pertama kali. 

Sudah sangat sore, sebaiknya saya langsung pulang. Sepeda yang saya taruh di parkiran Citra Mal sepertinya baik-baik saja di sana. Selamat malam minggu.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya