Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Menjadi Dewasa Itu Melelahkan


[Artikel 2#, kategori pria 34 tahun] Tanpa sadar, dituntut untuk mengerti. Mengalah dengan apa yang terjadi. Kalau mau marah, dianggap anak kecil yang sedang ngambek. Dilawan sama-sama keras, dianggap tak punya hati. Lalu ditinggal pergi. Sangat melelahkan jika dipikir kembali. Tidak bisakah saling melengkapi?

Saya berbicara tentang keadaan dua orang kekasih. Pria yang sudah dewasa dari segi umur. Dianggap cukup dari sisi kualifikasi pernikahan dan tentu, paham manis asam garam kehidupan.

Satunya, wanita yang penuh enerjik. Dewasa saat sedang mood bahagia. Dan sebaliknya, mood buruk bakal membuatnya jadi gadis berusia belasan tahun yang selalu menuntut. Bila tidak dipenuhi, ngambek adalah pilihannya. Dua sisi berbeda yang tak ragu-ragu mengeluarkan mulut pedas hingga keputusan yang seolah mudah tanpa kompromi.

Melelahkan

Entah kenapa sebagian pria menyukainya. Bertahan dengan pasangannya, seolah punya banyak tenaga untuk mencintai. Rasa lelah seolah bagian dari kehidupan. Selama itu adalah cinta.

Terkadang saya ingin mundur, diam, tak melakukan apapun. Nyatanya, logika tetap kalah oleh perasaan. Apakah ini berarti persentase jatuh cinta lebih besar ketimbang memikirkan rasa sakit akibat cinta tersebut? Entahlah. Bertahan karena rasa adalah obat terbaik untuk mengatasi rasa lelah.

...

Andai saya dapat berkat pengulangan hidup menjadi pria muda, mungkinkah saya akan pergi ketika merasa lelah menjadi kekasih?

Saya harap tidak. Jatuh cinta memang ajaib. Seperti candu yang terkadang tidak butuh alasan untuk bertahan.

Selama tetap bersamanya. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Half Girlfriend, Film India Tentang Pria yang Jatuh Cinta dan Tidak Mau Menyerah

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Jalebi, Film India Tentang Indahnya Cinta Bila Bisa Melepaskannya