Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Ada Alasan Punya Helm Hari Ini

[Artikel 57#, kategori Pria Seksi] Karena saya ingin sedikit berguna, upaya saya ketika ia akhirnya bekerja adalah membeli helm. Saya membayangkan akan menjemputnya sekarang. Apalagi jam kerjanya seperti orang hotel saat ia berada di luar negeri. Malam. Saya terlalu khawatir untuk memikirkannya.

Saya tidak menyangka akhirnya harus kembali bersentuhan dengan kendaraan roda dua. Hampir 8 tahun bersepeda, saya tidak tahu lagi kabar Surat Izin Mengemudi (SIM) yang masih saya simpan. Ya, sudah expired total. 

Meski hari ini harus kembali mengendarai, cinta memang membutakan, saya tidak menyesal tidak memperpanjang SIM saat masa berlakunya sudah mau habis waktu itu. 

Pulang berdua

Melegakan rasanya membawanya pulang sampai rumahnya. Dinginnya malam memang merasuk sampai tulang, tapi ketika pulang berdua bersamanya, perasaan setidaknya lebih hangat karena tidak khawatir.

Niat dan upaya saya tidak sia-sia hari ini. Bahkan malam perayaan tanggal jadian, kami rayakan berdua sambil sarapan pagi. Eh makan malam. Itu luar biasa, dan pengalaman yang tidak terlupakan.

Waswas

Meski akhirya bisa pulang berdua, saya tetap waswas. Terkadang saya bersyukur saat gerimis datang, karena tidak khawatir ada polisi sedang patroli. Atau kisah miris pengendara yang sial karena begal.

Kasian dia sampai menjadi korban dan saya tidak bersamanya. Malam begitu menakutkan. Sial bisa datang tanpa diundang.

...

Helm yang saya beli tidak begitu mahal dan bukan barang yang baru. Saya tahu bahwa kantong tidak mendukung hari ini. Tapi bukan itu yang ingin saya terjemahkan mengapa saya harus membeli helm.

Menjaganya, pulang bersama dan berkorban dari jam tidur hanya untuk pasangan. Begitulah cinta, ada banyak hal yang ingin dilakukan. Meski terkadang itu berlebihan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat