Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Adaptasi Lagi

[Artikel 48#, kategori Cinta] Beda negara saja bisa, masa satu kota tidak bisa. Entahlah, situasinya sama lagi setelah keputusannya kembali bekerja. Padahal sudah nyaman dan sangat dekat. Mau tidak mau, harus beradaptasi lagi mengikuti iramanya.

Saya terus berusaha mengubah keputusannya. Tapi tetap tidak bisa. Yang saya sesali adalah ia tak pernah berbicara dengan saya tentang keputusannya. Tahu-tahu sudah mengirimkan surat lamaran. Nasi sudah jadi bubur, hanya perasaan sendiri yang dapat menghibur.

Kini, hanya bisa mendukung meski tak pernah ikhlas. Karena sudah tidak ada jalan lain untuk membelokkan. Semangatnya, kemandirian dan tekadnya, saya harap tidak pernah padam.

Saya berharap untuk yang terbaik baginya. Dan saya selalu mendukung, meski dari belakang saja.  

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh