Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

7 Bulan

[Artikel 47#, kategori Cinta] Hari ini usia hubungan kami sudah 7 bulan. Luar biasa, mengingat saya akan pasrah menerima keputusan darinya setelah 6 bulan. Dia adalah wanita luar biasa. Saya senang masih menemaninya dan semoga terus berlanjut hingga ke depan.

Beberapa hari sebelum merayakan 7 bulan, saya pikir sedang dikerjain layaknya orang yang akan sedang berulang tahun. Saya merasa dibuat kesal karena pesan yang dibalas sangat lama. Saat membalas pun, ia hanya menjawab. Tidak ada percakapan selanjutnya bila saya tidak bertanya. Saya pikir karena memang ia sedang sibuk. Apalagi sudah satu atap dengan saudarinya.

Tidur cepat

Karena saya tidak ingin berbuat salah, saya sedikit bersabar dan mengerti keadannya. Terkadang ia adalah orang yang sangat keras. Pernah ia marah-marah ketika naik ojol yang tidak mengerti jalan. Saya merasa kasian dengan pengemudinya, terutama mimik wajahnya. Bila saya diposisinya, saya pasti akan menunduk merendah.

Malam ini, beberapa jam sebelum pukul 00.00 wib, kesabaran saya sudah diujung tanduk. Menunggu balasannya seolah menunggu bus Trans arah Majapahit ke Simpang Lima. Lamaa..sekali.

Saya masih berpikir bahwa saya akan dikerjain. Dan akhirnya memutuskan tidur lebih cepat dari biasanya. Tidak mudah memejamkan mata dengan perasaan dongkol, mengingat hari sebelumnya ia meminta maaf karena juga mencuekin saya. Ah, sudahlah. Yang penting alarm jam 12 malam sudah saya stel sekarang.

Selamat 7 bulan

Keputusan tidur cepat berbuah manis. Saya bisa bangun, bahkan sebelum alarm berbunyi. Saya mengecek jam, saya mengecek pesan whatsapp. Ia masih online seperti biasanya. Tidak menunggu lama, meski dengan wajah kumal, saya menelponnya.

Selamat 7 bulan, sayang!

Ia terkejut, saya malah kaget.
Pikiran saya yang berharap saya dikerjain, nyatanya malah tidak ada sama sekali.
Terkejutannya malah aneh, karena ia malah baru ingat hubungan kami sudah 7 bulan.

Dan jam 12 malam itu jadi kisah indah kami saling mengucapkan. Saya yakin, hubungan kami masih akan terus berjalan. Lalu, mendadak ia meneteskan air mata. Momen yang saya benci tapi malam itu saya suka. Apakah kata-kata saya membuatnya terharu? Atau saya saja yang halu (mungkin ia ngantuk, dan perih matanya).

Qualty time

Menjelang siang, perasaan saya mendadak galau. Saya benar-benar merindukannya. Tidak ada pesta makan-makan atau bertemu seperti tiap perayaan. Maklum 6 bulan LDR. Tapi saya benar-benar kangen dia.

Hari ini dia masih sibuk dengan pembelajaran. Saya tidak ingin mengganggu waktunya saat itu. Dan tiba saatnya, perasaan saya sudah tidak terbendung. Sayang responnya datar. Rindu yang membuncah dan akan pecah yang saya rasakan, ditanggapi biasa saja.

Saya berharap memiliki waktu berdua dengannnya. Bercerita panjang lebar, mengenang masa lalu dan paling saya harapkan adalah bersamanya sekedar menatapnya. Entah kenapa pikiran saya tidak sesuai harapan.

Quality time yang saya harapkan tidak berjalan baik. Seperti hari biasanya. Padahal kami sudah bertahan 7 bulan, setidaknya kami harus merayakan dengan suka cita hanya berdua saja.

Kesepian

Sepertinya harapan besar yang saya gantungkan terlalu berlebihan. Saya yang hanya berteman dengan tembok, laptop, dan internet seakan kehilangan motivasi menjadi budak cinta (bucin). Jiwa anak-anak laki-laki yang merindukan kasih sayang kekasihnya, hanya ratapan kosong. 

Kami baik-baik saja.
Hanya..saya saja yang terlalu merindukannya hari ini.

Saya pikir setelah 6 bulan lamanya tidak berjumpa dan tidak pernah merayakan hari jadian, ada secercah harapan sekarang. Kami lebih dekat. Lebih terhubung, banyak kesempatan bertemu dan tidak ada gangguan dari keramaian.

7 bulan saya pikir bisa menjadi pria lebih baik untuknya. Ternyata saya lagi-lagi berlebihan.

...

Saya menumpahkan semua keluhan saya hari ini langsung kepadanya yang seolah menjauh, tidak seperti biasanya. Saya mengerti risiko mengatakan itu yang akan membuatnya bad mood. Tapi saya ingin didengar, saya hanya ingin bicara. Tidak lebih dan kurang. Hanya itu saja.

Tujuh bulan yang jatuh hari Rabu akan segera berakhir. Tidak ada momen istimewa yang kami dapatkan. Hanya kebanyakan keluhan saya saja yang seolah tidak ingin ditinggalkan. 

Baiklah, esok adalah lembaran baru menuju angka delapan. Saya harus lebih baik lagi dan meninggalkan kebucinan saya yang terlalu berlebihan. Menjadi dewasa seperti umur aslinya. Tidak mengeluh karena rindu yang datang. Bersabarlah sayang, semua yang kita hadapi akan baik-baik saja.

Mari menikmati prosesnya kembali.
Terima kasih, sayangku.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat